Kasus Sabang dan Aceh Tenggara Kerugian Negara Terbesar 

BANDA ACEH – Koordinator Monitoring Peradilan  MaTA, Baihaqi mengatakan, dalam 87 kasus yang ditangani oleh penegak hukum, kerugian negara mencapai Rp673,5 miliar lebih. Itu belum termasuk 37 kasus, yang belum diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan dua kasus di SP3-kan.

Namun, dari total kerugian negara tersebut, yang menempati urutan pertama itu Kota Sabang, yakni senilai Rp314,2 miliar, dengan empat kasus indikasi korupsi. Lalu, disusul Aceh Tenggara sebesar Rp208,3 miliar dengan empat kasus yang telah diaudit.

Kemudian, kasus yang sudah diaudit BPKP berdasarkan tiap daerah di Aceh 48 kasus. Sedangkan yang belum diaudit 39 kasus, termasuk dua kasus yang sudah di SP3-kan. Adapun kerugian negara berdasarkan sektor, itu paling utama infrastruktur senilai Rp513,4 miliar dengan 27 kasus, disusul anggaran daerah Rp125,2 miliar dengan 23 kasus.

Selanjutnya, jumlah kasus berdasarkan modus, dari kasus yang ditangani itu terdapat sembilan modus korupsi yang kerap muncul. Ada 14 kasus belum diketahui modusnya, karena baru ditangani aparat penegak hukum.

Dia juga menambahkan, sumber anggaran yang paling dominan dikorupsi dari kasus ditangani serta kerugian negara, itu bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten/kota (APBK), yakni 34 kasus sebesar Rp133,9 miliar, disusul Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 21 kasus Rp507,1 miliar dan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 19 kasus Rp28,8 miliar.

Baihaqi menyebutkan, kasus-kasus yang ditangani sepanjang 2014 tersebut, merupakan kasus korupsi yang terjadi mulai 2003-2014. Dalam hal ini,  MaTA meminta aparat penegak hukum di Aceh, segera memproses hukum terhadap tindak pidana korupsi, karena mengingat banyak kasus-kasus yang belum selesai diproses.

Menurutnya, juga perlu ditingkatkan koordonasi yang jelas antara penegak hukum dengan BPKP dan BPK dalam menghitung indikasi kerugian negara. “Karena masih ada beberapa kasus yang belum dihitung kerugian negara,” paparnya.

Kemudian, setiap kasus indikasi korupsi yang akan diajukan ke Pengadilan Tipikor oleh aparat penegak hukum (kejaksaan) harus menyertakan hasil audit BPKP dan BPK.

Begitu juga, eksekutif dan legislatif, baik provinsi maupun kabupaten/kota, harus meningkatkan pengawasan anggaran, dari beberapa modus operandi yang dilakukan, penyimpangan anggaran paling sering terjadi. (agus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *