Banda Aceh, Kota Tonggak Sejarah Islam

Kota Banda Aceh salah satu kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang banyak dilirik para sejarawah kerajaan Islam di negeri tetangga Malaysia dan Brunai Darussalam. Ibukota Provinsi Aceh yang akan memasuki usia 810 tahun pada 22 April mendatang ini memiliki bukti keberadaan kerajaan Islam di kota yang dikenal sebagai Kutaraja.

Beberapa waktu lalu, 14 Februari 2015, Grup Penjejak Tamadun Dunia (GPTD) atau lembaga penelitian sejarah yang berasal dari Malaysia, menyempatkan diri hadir dan ikut serta menghadiri hari peringatan Haul (hari wafatnya) Tuanku Di Kandang ke-859, di Gampoeng Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh.

Salah seorang salah seorang dari GPTD, Fatiah (22) kepada AcehNews.net mengaku, Banda Aceh adalah salah satu daerah di Aceh yang merupakan tonggaknya sejarah kerajaan Islam yang ada di dunia. Menurut dia, ini sangat luar biasa, seperti kerajaan Islam dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda yang menjadi fokus penelitian sejarahwan dari Malaysia ini.

“Tujuan kami ke Banda Aceh yaitu untuk mengetahui tentang sejarah keunikan yang terdapat pada  Sultan Iskandar Muda,” katanya pada Acehnews.net disela menghadiri Haul Tuanku Di Kandang.

Ia juga mengatakan, bahwa budaya Aceh dan Malaysia itu terdapat kesamaan. Seperti dari segi berpakaian, bahasa (Jawi), dan banyak lainnya. Dan hasil dari penelitian mereka ini nantinya akan dikemas dalam sebuah bentuk video dokumenter, agar bisa di berikan ke stasiun televisi yang ada di Malaysia. Kata Fatiah, karena masyarakat Malaysia lebih suka menonton dari pada membaca. Ujarnya sambil tersenyum.

Fatiah juga berharap, semoga selama berada di Banda Aceh, timnya bisa mendapatkan sesuatu yang baru. “Selain wisata tsunami, di Banda Aceh juga banyak wisata Islami, seperti makam-makam raja yang nantinya bisa kami sampaikan kepada teman-teman di Malaysia,” kata perempuan melayu ini lagi.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Banda Aceh, Fadhil S.Sos mengatakan memperingati Haul Tuanku Di Kandang ke-859,  merupakan sebuah kegiatan wisata Islami yang sangat bagus. Karena hakikatnya memperjuangkan kembali dinul Islam dan guna mewujudkan visi kota ini sebagai model kota madani dan juga mengembangkannya menjadi sebagai destinasi wisata Islami dunia.

Untuk itu, kata Fadhil, Pemko Banda Aceh harus punya tanggung jawab guna menjaga serta merawat situs sejarah yang ada di Kota Banda Aceh seperti makam Tuanku Di Kandang serta makam zaman kesultanan Aceh lainnya yang ada di Ibukota Provinsi Aceh ini, seperti Makam Sultan Iskandar Muda.

Warga Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh, Sabtu (14/2/2015) kembali memperingati haul (hari wafatnya) ke-859 Tuanku Di Kandang, setelah ratusan tahun tidak diperingati. Peringatan Fadhil, momen ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan wisata Islami di Kota Banda Aceh.

“Peringatan ini bukan saya diperingati masyarakat setempat,  mengenang kembali salah satu ulama besar yang pernah ada di Serambi Mekkah ini. Tetapi peringatan yang diperingati setiap tahun ini harus dipromosikan ke dunia, sehingga masyarakat dari negara Islam khususnya akan menjadikan peringatan ini sebagai destinasi wisata mereka,” tuturnya.

Terlihat sejak pagi hari, masyarakat setempat telah sibuk dengan berbagai persiapan penyambutan peringatan yang setiap tahun diperingati. Dalam acara haul ulama yang memiliki nama lengkap Al Makhdum Abi Abdullah Syaikh Abdurauf Al Mulaqqab, masyarakat dan wisatawan mengikuti zikir bersama dan kemudian menziarahi makam yang dikelilingi  ratusan makam berusia ratusan tahun.

Awal Peringatan Dimulai

Sayyid Zulkarnaein Alaydrus, tokoh masyarakat Gampong Pande, kepada AcehNews.net menjelaskan, haul ini dilakukan merupakan inisiatif sendiri dari masyarakat Gampong Pande.

Kata Zulkarnaein,  Tuanku Di Kandang yang diketahui berasal dari Bagdad itu datang ke Aceh pada 1116 Masehi, berlabuh di Gampong Pande, mengajarkan agama Islam. Namun sebelum tiba di bumi Serambi Mekkah, beliau bersama 500 orang rombongannya, lebih dulu singgah di India.

“Di Gampong Pande Tuanku Di Kandang mengajar agama Islam. Saat itu santrinya bertambah banyak, dibangunnya pesantren, serta ada kebun tempat kaluet para sufi,” paparnya. Ia juga menambahkan, di dekat komplek pesantren yang dibangunnya, yang kini tinggal pondasi, ada sumur tua yang mata airnya tidak pernah mengering.

Gampong Pande yang merupakan sebuah desa yang terletak tidak jauh dari pusat kota Banda Aceh itu, saat ini sudah dijadikan sebuah daerah cagar budaya. Karena selain ada komplek makam Tuanku Di Kandang, juga makam Putro Ijo, serta makam raja-raja termasyhur di Aceh masa dulu. (zuhri/*)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *