Kak Ros Hidup dari Menjual Kue

Ibu adalah malaikat penjaga yang rela mengorbankan nyawanya untuk melihat anaknya bahagia. Dan ibu yang menjadi orang tua tunggal adalah pahlawan sebenarnya di dunia nyata. Pekerjaan ganda yang harus di kerjakannya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, adalah perjuangan sesungguhnya dari perlawanan melawan kerasnya hidup di dunia.

Sore itu, Sabtu (13/9)  di pinggiran Kota Lhokseumawe, tepatnya desa panggoi terdapat lorong kecil yang di beri nama Lorong SD karena terdapat sebuah sekolah dasar negeri yang menjadi ikon di lorong tersebut. Saya berhenti sejanak di depan sebuah rumah semi terpal bambu dan papan yang berada dalam perkarangan kebun.

Pagar kayu yang di ikat ban dalam motor bekas menyambut kedatangan saya saat memasuki pekarangan rumah itu. Kursi lapuk, dengan bagian busa yang tercabik-cak tak jelas bentuknya berada tepat di sebelah pintu masuk rumah tersebut. Dari dalam terlihat wanita paruh baya sedang bersemangat memeras santan kelapa.

Adalah Roslaina Sulaiman. Orang-orang di desa tersebut memanggilnya dengan sebutan “Kak Ros”. Ibu rumah tangga ini berusia 38 tahun. Dia tinggal di sebuah rumah rumah kontrakan dan  mengantungkan hidupnya sebagai penjual kue basah dan kue kering.

Ibu dari tiga orang anak ini menjalani kehidupan sehari-harinya sebagai pembuat kue untuk menghidupi ketiga anaknya yang masih kecil. Ini dilakoninya semenjak sang suami meninggalkan dia dan tiga anaknya pada 2010. Awalnya sangat berat ia rasakan karena dia harus memiliki peran ganda sebagai ibu juga ayah bagi anak-anaknya.

Kemudian tekad bulat dan semangat ingin melanjutkan hidupnya, menjadikannya sebagai penjual kue basah/kering. Alasannya cukup sederhana, dia ingin anak-anaknya bisa makan, bersekolah, dan suskses menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa, dan negara.

“Saya ingin anak-anak tidak lapar, mereka bisa bersekolah, dan menjadi orang sukses. Tidak lagi kehidupannya seperti saya, memiliki masa depan yang lebih baik lagi,” tuturnya.

Muhammad Fitah anaknnya yang pertama bersekolah di SDN yang tak jauh dari rumah kontrakannya. Bocah berusia 10 tahun ini memang menjadi anak teladan di ligkungannya. Karena tidak pernah absen shalat berjamaah ke mesjid. Dalam bulan puasa, setiap sorenya ia sudah berada di belakang mesjid, membantu pengurus mesjid menyiapkan bukaan untuk para jamaah. “Biar masuk surga bang,” ucap singkat yang saat itu ikut membantu Ibunya membuat kue.

Fitah tak sendiri, dia juga dibantu kedua adik perempuannya, Nur Fajri, masih duduk di kelas 2 SD dan bersama si bungsu Liana yang baru berumur 6 tahun. Mereka tidak pernah absen membantu Ibunya.

“Anak-anak inilah penyemangat hidup saya, semoga saya sehat dan dipanjangkan umur. Diberi kesempatan melihat anak-anak saya tumbuh dewasa dan menjadi orang sukses, Amin,” doanya dalam seribu harapan.

Berjualan kue sudah dilakoninya sejak dua tahun lalu, selain itu dia juga menerima upah jahit baju koyak. Dari menjual kue sehari Kak Ros bisa mendapat penghasilan bersih Rp80 ribu/ hari, sedangkan dari upah menjahit Rp15 ribu/baju. Namun tak selalu dia mendapatkan baju-baju koyak untuk ditambalnya dari warga desa tempat dia tinggal.

“Uang saya gunakan buat belanja keperluan sehari-hari Rp40 ribu dan buat jajan ketiga anak-anak sekolah Rp10 ribu. Sisanya Rp30 ribu, saya tabung untuk biaya sekolah kedua anaknya saya yang masih SD,” sebut Kak Ros.

Kak Ros membuat kue risol, bakwan, timpan, kue bohong, dan nagasari, kue itu dia titip ke kedai kelontong dan penjual kue keliling di desanya. Sehari diakuinya ia bisa menjual sampai 200 potong kue basah, namun tidak setiap hari kuenya habis terjual.

“Pernah dapat Rp10 ribu, ya tetap harus disyukuri,” ujarnya.

Ketika ditanya apa harapannya kepada Pemerintah Aceh? Tidak ada keluar kalimat  dari mulutnya mengharap bantuan dari pemerintah. Dia cuma berharap agar Aceh terus aman dan damai, sehingga bisa kemana-mana mencari rezeki.

Aceh bek karu-karu lee, Aceh damai, bah mangat ta minta peng”. (Aceh jangan ribut lagi, Aceh damia, biar enak cari uang). Setelah mengatakan harapanya yang banyak juga diharapkan masyarakat Aceh lainnya, ia pun melanjutkan pekerjaannya, mengaduk adonan kue untuk dia jual esok harinya. (Irhamuddin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *