Sidang Terkait Nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser tidak Masuk dalam Qanun Ditunda

AcehNews.net|BANDA ACEH – Sidang gugatan Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) terhadap Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), terkait tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam qanun (Perda) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditunda.

“Sidang ditunda karena ketua majelis hakim yang menyidangkan gugatan GeRAM berhalangan hadir,” ungkap Koordinator Tim Kuasa Hukum GeRAM Nurul Ikhsan dalam keterangan persnya di Jakarta.

Nurul Ikhsan menyebutkan, sidang dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 16 Agustus 201,  dengan agenda mendengarkan keterangan dua saksi fakta.

Tim kuasa hukum GeRAM maupun kuasa hukum Mendagri maupun Ketua DPRA sempat menunggu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak pukul 09.00 WIB. Namun karena Ketua Majelis Hakim berhalangan hadir hingga petang. Anggota majelis hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum itu, menyampaikan bahwa sidang ditunda dan akan digelar kembali dengan agenda yang sama pada 23 Agustus akan datang.

“Kami akan menghadirkan dua saksi fakta yang akan memberi keterangan, yakni mantan Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T Muhammad Zulfikar dan Imum Mukim Siem yang juga merupakan Sekretaris Majelis Duek Pakat Aceh Besar, Asnawi,” papar Nurul Ikhsan.

Nurul Ikhsan menjelaskan, saksi fakta Asnawi dihadirkan ke persidangan untuk memberikan keterangan terkait proses penyusunan rancangan qanun rencana tata ruang wilayah (RTRW) Aceh. Demikian juga dengan saksi fakta T Muhammad Zulfikar dihadirkan untuk membuktikan bahwa pelibatan Walhi dan masyarakat dalam pembuatan qanun atau peraturan daerah tersebut sangat lemah.

Sebelumnya, sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam GeRAM menggugat Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gubernur Aceh, dan Ketua DPRA, terkait Qanun Aceh tentang rencana tata ruang wilayah atau RTRW.

Adapun para penggugat yakni Effendi warga Aceh Besar, Juarsyah warga Bener Meriah, Abu Kari warga GayoLues, Dahlan warga Kota Lhokseumawe, Kamal Faisal warga Aceh Tamiang, Muhammad Ansari Sidik warga Aceh Tenggara, Sarbunis warga Aceh Selatan, Najaruddin warga Nagan Raya, dan Farwiza warga Kota Banda Aceh.

“Tuntutan dalam gugatan klien kami bukanlah materi. Tetapi, tuntutan dalam gugatan penggugat agar tergugat mengakomodir kawasan strategis seperti Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh,” kata Nurul Ikhsan.

Seharusnya, kata dia lagi, Mendagri membatalkan qanun RTRW Aceh karena ditetapkan tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional seperti Kawasan Ekosistem Leuser. Tapi itu tidak, Mendagri terkesan membiarkan qanun tersebut disahkan menjadi peraturan daerah di Aceh.

Gugatan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang sudah memasuki tahap pemeriksaan substansi gugatan. Sebelumnya, para tergugat dan penggugat pernah menjalani mediasi. Namun, mediasi gagal karena tidak ada kata sepakat para pihak.

“Kami menggugat karena Mendagri dianggap lalai mengawasi Pemerintah Aceh yang menetapkan Qanun RTRW tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional di Aceh,” demikian jelas Nurul Ikhsan.

Sedangkan Gubernur Aceh dan Ketua DPRA digugat karena mengesahkan Qanun Aceh Nomor 19 tentang RTRW Aceh, tidak memasukan beberapa substansi penting yang diamanahkan dalam RTRW Nasional. Seperti Kawasan Ekosistem Leuser, tidak dimasukkan dalam RTRW Aceh. Padahal, Kawasan Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. (saniah ls/ril)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *