Sepotong Cerita Keindahan Pantai Meulingge  

AcehNews.Net – Warna air lautnya yang jernih berwarna hijau toska, riak ombaknya yang tenang menyapu lembut bibir pantai berpasir putih. Inilah sebait cerita tentang keindahan Pantai Meulingge yang jarang terekspos media.

Pulau Aceh adalah sebuah nama kecamatan yang terletak di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, yang terletak paling barat. Di pulau ini terdapat dua pulau besar yaitu Pulau Nasi dan Pulau Breuh (breuh dalam bahasa Indonesia artinya beras:red).

Pemukiman Pulo Breuh dibagi dalam beberapa mukim salah satunya mukim Pulo Breuh Utara dan termaksud dua desa di dalam kepulauan ini adalah Desa Meulingge dan Rinon. Di sini masyarakatnya adalah petani dan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari berkebun dan mencari ikan di laut.

Dermaga kayu yang biasa diajadikan tempat mancing daratan|Nita Juniarti

Dermaga kayu yang biasa diajadikan tempat mancing daratan|Nita Juniarti

AcehNews.net tiba di sini beberapa waktu lalu. Desa Meulingge menjadi desa tujuan pertama kami untuk menikmati keindahan panorama alam baharinya yang masih natural dan belum ramai dikunjungi. Karena fasilitas wisata memang belum ada di tempat ini, meski pantainya memiliki nilai jual wisata bagi turis asing maupun lokal, untuk diving, snorkeling, dan wisata mancing.

Ohya, akses transfortasi menuju ke Pulo Breuh bisa dilalui melalui dermaga kecil dari Desa Lampulo, Banda Aceh menuju dermaga kayu Desa Gugop yang berada di Mukim Pulo Breuh Selatan. Jadwal berangkat boat dari Lampulo-Gugop setiap hari, pada pukul 14.00 WIB, jika cuaca tidak bersahabat, maka boat akan berangkat jam 18.00 WIB, namun jika berbahaya bisa saja boat tak jadi berangkat.

Untuk ongkos ke Pulo Breuh per orang dipungut Rp25 ribu. Jika membawa sepeda motor Rp60 ribu/unit, dengan rincian Rp20 ribu ongkos mengangkut motor ke boat, keamanan motor di boat Rp20 ribu dan ongkos menurunkan motor Rp20 ribu. Namun jika perginya rombongan maka Anda akan mendapatkan diskon khusus.

Disarankan sebaiknya pergi membawa sepeda motor karena belum ada kendaraan umum di sana. Resikonya, setelah dari Pulo Aceh, siap-siap kendaraan roda dua Anda akan mengalami karatan jika tidak dirawat, maklum kadar garam air laut di Pulo Breuh sangat tinggi.

Kami tiba di Pantai Melingge saat matahari akan beranjak turun ke “peristirahatannya”, sekitar pukul 17.15 WIB. Terlihat oleh kami pasir putih dengan hamparan samudra yang menenangkan. Pelabuhan Meulingge dapat ditempuh sekitar 3 jam perjalanan dari Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh menuju ke Pelabuhan Gugop.

Kemudian, setiba dari pelabuhan, kami meneruskan perjalanan dengan sepeda motor menuju Desa Meulingge yang jaraknya sekitar satu jam. Sepenjang jalan yang terjal nan licin, dengan ektra hati-hati kami melewatinya. Maklum saja jalan belum beraspal mulus seperti di Pulo Nasi tetangganya.

Namun keletihan terbalas, saat kami melihat panoram alam yang masih natural, warna langit yang masih terlihat biru, meski tak terik lagi, kemudian ditambah lagi dengan warna laut yang hijau toska dan pasir pantainya putih, benar-benar eksotis.

Kami pun ber-selfie ria dan mengabadikan setiap sudut keindahan Pantai Meulingge yang masih “Perawan”. Sejenak kami beristirahat, menikmati soft drink dan snack yang kami bawa dari Banda Aceh. Maklum kios dan rumah penduduk masih jarang-jarang di sini letaknya. Di sini juga tidak ada kafe apalagi hotel berbintang. Mau tidur ya manfaatkan fasilitas rumah penduduk, begitu juga untuk makan pesan dengan penduduk karena warung nasi jauh-jauh dan berjualan dengan waktu tertentu.

Malam semakin pekat. Setelah menikmati pemandangan lautnya yang indah dan esksotis. Kami juga disuguhkan pemandangan malam yang tak kalah indahnya. Subhanallah, menakjubkan. Taburan bintang membentuk rasi, bulan bersinar terang meski bentuknya tidak sebulat purnama. Memang wisata yang cocok untuk menenangkan diri atau mencari inspirasi.

Pulau Breuh tidak kalah menarik untuk menjadi tempat wisata, meski belum ramai wisatawan berkunjung ke tempat ini. Karena masih kurangnya fasilitas wisata, meski listrik sudah menjangkau desa namun sinyal handphone masih cenat cenut. Jadi memang cocok untuk wisata menenangkan diri.  (nita juniarti)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *