Sejumlah Organisasi Pers di Aceh Kecam Teror Tembak dan Bunuh Wartawan di Aceh Barat

BANDA ACEH | AcehNews.net – Jurnalis tabloid mingguan Modus Aceh dan modusaceh.co wilayah peliputan Aceh Barat dan Nagan Raya, Aidil Firmansyah (25), mengalami pengancaman dari petinggi dan rekan salah satu perusahaan kontruksi di Aceh Barat, Sabtu malam (4/1/2020). Acaman itu dilatarbelakangi oleh pemberitaan yang tayang di modusaceh.co beberapa jam sebelum korban diancam.

Mulanya, malam itu Aidil tengah nongkrong sambil ngopi di salah satu warkop di kawasan Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Tiba-tiba mendapat pesan watshaap dari inisial AR, Direktur PT. TAU (inisial) yang isinya menyebut, berita ditulis Aidil yang tayang di media online modusaceh.co terkesan berat sebelah dan merugikan perusahannya. 

Sebelumnya, modusaceh.co menayangkan berita berjudul “Tak Bayar Kompensasi, Angkutan Tiang Pancang PLTU 3 dan 4 Dihadang Warga”. Terakhir, AR mengajak Aidil bertemu di kantornya sekitar pukul 23.50 WIB. 

Namun Aidil enggan menuruti ajakan AR dan Aidil meminta agar mereka bertemu di salah satu warkop di Meulaboh, Aceh Barat saja.  Namun tak lama kemudian, datang dua orang suruhan AR menjumpai Aidil di warkop tempatnya minum kopi malam itu. 

Kedua orang tersebut kemudian meminta mendengar rekaman wawancara Aidil dengan seorang warga yang menjadi narasumber dalam pemberitaan di medianya bekerja. Sebelumnya, modusaceh.co menayangkan berita tentang penghadangan mobil pengangkut bahan material PLTU 3 dan 4 milik PT TAU, perusahaan yang dipimpin AR. 

Selain itu, kedua suruhan AR ini mengajak Aidil agar pergi ke kantor PT. TAU untuk bertemu langsung dengan AR. Awalnya Aidil juga enggan pergi, namun, setelah ada jaminan dari dua orang tersebut dia tidak akan disakiti dan dimarahi, Aidil pun menuruti ajakan mereka.  ditemani oleh Deni Sartika, dan seorang  wartawan lain di Aceh Barat, Aidil pun pergi untuk bertemu langsung dengan AR.

Tiba di ruang kantor AR, Aidil dipersilahkan duduk. Kemudian, AR mengeluarkan senjata jenis pestol dari laci mejanya dan menyerahkan kepada seorang anggotanya di ruang itu. Seorang lainnya memegang leher Aidil, sedangkan AR terus mengeluarkan kata-kata ancaman. Namun, ketika itu ada yang melerai agar masalah itu diselesaikan baik-baik.

Lantas, AR menyodorkan surat yang telah dibuatnya untuk ditanda tangan di atas materai oleh Aidil. Isinya,  untuk melakukan duel dengan Aidil satu lawan satu. Namun Aidil  menolak. Selanjutnya, AR dan rekan terus mengeluarkan berbagai kata kata kepada Aidil dan menuduh berita tersebut salah.

Dengan nada tinggi, AR juga bercerita bahwa selain pengangkutan tiang pancang PLTU, ada pekerjaan lain yang sedang menanti mereka. Dan, apabila pekerjaan tersebut gagal didapatkan karena berita yang ditulis Aidil, maka dia akan mendapat konsekuensi, yaitu dibunuh oleh AR. 

Aidil kemudian dipaksa membuat pernyataan dengan cara ditulis tangan. Isinya, Aidil akan mengklarifikasi berita di Modus Aceh dan dia harus mengakui bahwa itu fitnah. Apabila dalam sepekan dihitung dari tanggal 5 Januari 2020 Aidil belum membuat peryataan klarifikasi kepada media itu, Aidil siap menerima konsekuensi apa pun dari AR. 

Sejumlah organisasi pers di Aceh, Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Banda Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Aceh mengecam teror yang dilakukan Direktur PT. TAU CS terhadap Aidil, wartawan Tabloid Modus.

Ketua AJI Banda Aceh, Misdarul Ihsan kepada media di Banda Aceh mengatakan,
Jurnalis dalam bekerja dilindungi Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Seperti yang diatur dalam Pasal 4, bahwa negara menjamin kebebasan pers. 

Sedangkan pelaku kekerasan dan penghalang-halangan kerja jurnis, kata Misdarul Ihsan dapat dijerat dengan pasal 18 ayat 1. “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi  kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda Rp500 juta,” jelasnya. 

Sementara itu Ketua IJTI Aceh, Munir Noer meminta pelaku teror dan CS nya bertanggung jawab atas pengancaman yang dilakukan terhadap Aidil, karena ancaman tersebut dapat mengganggu psikis atau mental yang berujung terganggunya aktivitas Aidil dalam menjalankan profesinya sebagai jurnalis

“Kami mendesak agar polisi berperan aktif mengusut kasus tersebut, sesuai laporan yang telah disampaikan oleh korban kepada Polres Aceh Barat, 5 Januari 2019,” sebut Munir Noer.

Secara terpisah Ketua FJPI Aceh, saniah LS yang sedang berada di Lhokseumawe mengatakan, harusnya jika tidak puas dengan pemberitaan dan mengatakan berita tak berimbang, Direktur PT. TAU CS bisa membuat hak jawabnya di media terkait, dengan melakukan penyuratan keberatan ke Pemred media terkait dengan tebusan Dewan Pers.

“Ini bukan negeri koboi. Ini negeri hukum. Jika tidak puas dengan pemberitaan ikut prosedur. Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 sudah mengamanahkan soal hak jawab. Jadi tak perlu arogansi dengan teror. Tindakan teror itu sudah kriminal dan bisa dipidanakan,” kata Saniah LS.

Ketua FJPI Aceh juga meminta semua media dan organisasi pers di Aceh agar bersatu dalam melindungi jurnalis yang dalam tugasnya selalu berhadapan dengan kekerasan dan ancaman.

“Saya sudah mengirimkan link berita terkait ke Dewan Pers. Sebagai salah satu tim Survei Indeks Kemerdekaan Pers di Aceh saya diminta agar melaporkan setiap kali ada kekerasan terhadap wartawan,” ucapnya.

Dia juga meminta semua pihak pemerintah maupun swasta, TNI, dan Polri agar sama-sama menjaga kemerdekaan pers di Aceh terlaksana dengan baik. Apalagi kata Saniah, Aceh sebagai provinsi di Indonesia yang sangat baik Indeks Kemerdekaan Persnya. (Hafiz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *