Sidang Gugatan Walhi Aceh,
Saksi Ahli: Gayo Lues Berada Pada Zona Patahan Aktif Gempa Sumatera

BANDA ACEH | AcehNews.net – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh kembali menggelar sidang perkara Nomor 7/G/LH/2019/PTUN.BNA gugatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh terkait Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 atas pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan PLTA Tampur-I kapasitas 443 MW oleh PT. Kamirzu di Kabupaten Gayo Lues.

Kadiv Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh, M Nasir mengatakan, dalam sidang hari ini, WALHI Aceh selaku pihak penggugat menghadirkan ahli gempa yaitu Nazli Ismail, Ph.D dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Saksi ahli menyampaikan, Gayo Lues berada pada zona patahan aktif gempa Sumatera, tepatnya berada di sesar Samalanga, Lhokseumawe, dan Gayo Lues dari sesar gempa Sumatera. Potensi gempa pada sesar ini berada pada posisi dangkal, dimana semakin dangkal posisi gempa maka semakin kuat getarannya. 

“Berdasarkan rekamana gempa, pada sesar ini sudah 170 tahun lebih tidak terjadi gempa besar, sehingga potensi terjadinya gempa sangat dimungkinkan kedepan. Patahan darat lebih beresiko jika dibandingkan patahan di laut, namun tingkat bahaya sama keduanya. Potensi gempa pada sesar ini diperkirakan memiliki kekuatan diatas 7 skala rikter,” ujarnya Selasa kemarin (16/7/2019).

Salah satu alasan WALHI Aceh menggugat IPPKH PLTA Tampur – 1 karena hasil kajian didapatkan bahwa lokasi izin berada pada daerah rawan bencana gempa. Hal ini juga diakui oleh pihak PT. Kamirzu dimana hasil survey geologi mereka juga menyatakan bahwa Gayo Lues berada pada patahan aktif dengan radius 25 Km dari lokasi bendungan, namun memiliki banyak sesar minor efek dari sesar utama.

“Saksi ahli menyampaikan meskipun proyek PLTA Tampur tidak persis berada pada garis patahan, namun kekuatan gempa bisa berdampak puluhan kilometer dari pusat gempa karena di pengaruhi oleh kondisi geologi apalagi dipenuhi oleh sesar minor, salah satu contohnya bencana gempa di Pidie Jaya,” katanya.

Selain persoalan bencana gempa, alasan WALHI Aceh menggugat IPPKH PLTA Tampur – 1 juga karena Gubernur Aceh melampaui kewenangan dalam penerbitan izin, PT. Kamirzu tidak menjalankan kewajiban hukum, cacat yuridis dalam penerbitan izin, ancaman terhadap keutuhan fungsi hutan lindung, ancaman terhadap satwa, ancaman terhadap sumber air bagi kehidupan masyarakat, menyelamatkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), dan berpotensi terjadinya bencana banjir ke wilayah Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Langsa.

“Sidang lanjutan akan dilaksanakan pada 23 Juli 2019 di Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh dengan agenda tambahan bukti dan ahli para pihak,” tambahnya. (Teks: Hafiz Photo: Ist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *