PP Kebiri Kimia, Kapolres Merauke: Kenapa Suntikan, Tembak Mati Saja

MERAUKE | AcehNews.net – Kapolres Merauke, AKBP Ir. Untung Sangaji, M.Hum menilai keputusan Presiden RI, Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak pada 7 Desember 2020, membuat polisi tidak ragu-ragu lagi menegakkan hukum.

“Tapi kenapa harus suntikan, tidak tembak mati saja? Kan nanti kejahatan itu akan berulang lagi, karena saya rasa suntikan itu ada batas kadaluarsanya. Mungkin dalam kurun waktu sekian bulan atau tahun dia akan begitu lagi, itu berarti seperti penyiksaan. Sedangkan dokter menyuntik untuk menyembuhkan bukan untuk menyakiti,”  ujar pria berdarah Ambon dan mantan Kapolres Aceh Utara ini saat ditemui AcehNews.net di ruang kerjanya, Jum’at (8/1/2021).

Menurutnya, mungkin ada peninjauan kembali atau dengan hukuman yang langsung saja sekalian lebih gila (tembak mati). Namun AKBP Untung Sangaji, meyakini bahwa cara seorang presiden tentu sangat sopan, baik, dan santun sehingga membuat PP tersebut.

“Tapi, Saya sebagai Kapolres ya eksekusi saja. Nyawa anak-anak yang baik-baik lebih berharga daripada penjahat satu itu. Dan ini supaya tidak ditiru lagi sama penjahat-penjahat yang lain. Kalau di Merauke ini jangan coba-coba, memang ada di Merauke? Nanti saya bikin foto besar di sini dengan tulisan, kita tidak pakai suntikan, kita pakai pelor (peluru, red). Itu aja,” tegasnya.

Orang nomor satu di jajaran Polres Merauke ini menerangkan, suntikan kimia tentu ada batas kadaluarsa. Bagaimana jika pengaruh kimianya sudah tidak ada? Seharusnya kejahatan seksual anak dihukum seperti pembawa narkoba satu ton, langsung di eksekusi mati. Hal itu lebih bagus daripada penyiksaan tidak baik kepada pelaku kekerasan seksual anak.

“Dia (predator seksual anak, red) sudah menyiksa anak-anak. Buaya punya anak saja tidak pernah kita siksa, apalagi orang. Itu anak orang, anak kita semua, kan tidak boleh begitu. Langsung saja, tidak ada masalah. Cuma sebagai presiden ya ngomongnya harus begitu, santun. Tapi kalau Kapolres nggak boleh. Langsung saja (tembak mati, red),” ujarnya.

Sejak bertugas di Merauke, Dia mengakui kasus pemerkosan terhadap anak sekarang sudah menurun. Polisi sangat keras menangani kasus serupa yang masuk. Bahkan, sebelum masuk tahanan, pelaku dihajar terlebih dahulu oleh anggota polisi karena bukan soal pencabulannya tetapi soal penyiksaan terhadap anak. Sindrome trauma nya lama bagi anak-anak korban pemerkosaan.  Sudah sepatutnya penjahat seksual anak diberi pelajaran yang maksimal.

“Kita kejar, sampai ke rumahnya pun kita masuk. Tidak ada urusan, orangtuanya datang ampun-ampun, kita tidak ampuni karena sudah banyak korban. Kita lakukan itu sebaik mungkin, kita tidak mau disebut polisi tertidur. Kita jarang tidur di rumah sekarang, (ada, red) di kantor, jalanan, dan semenjak ada penegasan dari presiden menyangkut Covid yang sudah mulai naik kita juga pembatasan yang baik. Penegasan (PSBB) juga yang kredibel, hanya juga yang tidak sekasar tempat lain karena kondisi kita masih agak nyaman,” ungkap AKBP Untung Sangaji.

Korban seksual di Merauke rata-rata sudah dewasa. Dulu memang banyak korban anak-anak. Kapolres menegaskan, kasus kekerasan seksual tidak akan diselesaikan secara kekeluargaan tetapi harus pidana di atas lima tahun.

Mungkin saya mau bikin tiang gantungan didepan situ. Kita tidak gantung orang tapi bikin saja hiasan disitu untuk gantung penjahat. Mungkin mereka butuh itu supaya tensinya rendah. Dia juga berharap kepada kaum perempuan terutama anak-anak jangan dibiarkan jalan sebebas-bebasnya.

Kapolres pun berpesan kepada orangtua agar menyayangi anaknya, mengingatkan untuk memakai pakaian yang baik, jangan terlalu ketat sekali bagi anak-anak perempuan karena bisa mengganggu fikiran/psikologi pelaku kejahatan seksual. Ketika orang lagi mabuk atau teler dan sudah tidak dengar nasihat lagi maka bisa terjadi kejahatan, seperti kasus yang sering terjadi.

“Kita akan sosialisasi dengan menempelkan foto-foto, poster, kita kasih seruan, kita cerita di RRI menyapa masyarakat. ini kita lakukan dengan baik, beitul-betul kita wujudkan yang kita omongkan. Tidak main-main, jika itu terjadi, dia (predator seksual anak, red) pasti paling sial dan kapok. Kita sudah siapkan tim,” demikian tandasnya. (Hidayatillah)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *