Petumbuhan Ekonomi Aceh Mengalami Penurunan  

BANDA ACEH – Pertumbuhan Ekonomi Aceh dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Ini lantarana rendahnya serapan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) pada 2015 dan terjadinya penurunan produksi di sektor minyak dan gas (migas).

“Penurunan bukan saja disebabkan rendahnya serapan APBA 2015 sebesar 39,42 persen, tertapi juga menurunnya produksi migas baik di pertambangan maupun industri,” papar Kepala Badan Statistik Aceh (BPS) Aceh, Hermanto beberapa waktu lalu di Banda Aceh.

Dia juga menyebutkan ekonomi Aceh pada triwulan pertama 2015 mengalami penurunan sebesar 1,88 persen. Penurunan ini menurut Hermanto turun secara dratis bila dibandingkan dengan triwulan pertama 2014.

Sebutnya, pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan pertama 2015 dengan migas turun sebesar 2,83 persen dan tanpa migas turun sebesar 0,52 persen. “Jika dilihat triwulan pertama 2015 terhadap triwulan  pertama 2014 maka perekonomian Aceh tanpa migas tumbuh 4,61 persen, namun dengan migas turun 1,88 persen,” sebutnya lagi.

Menurutnya, penurunan juga terjadi di semua provinsi yang selama ini bergantung pada migas. Untuk itu perlu upaya serius dari pemerintah untuk memacu realisasi APBA sebagai salah satu cara untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Aceh.

”Sejak Oktober kita sudah membiasakan untuk membandingkan dengan non migas karena kita tidak lagi bergantung dengan migas, tapi ada beberapa hal selain seperti pola konsumsi masyarakat, dan dorongan APBA dan APBN yang realisasinya masih rendah,”jelas Hermanto.

Lebih lanjut, Hermanto menambahkan, pertumbuhan ekonomi Aceh dari tahun ke tahun terjadi pada seluruh lini usaha, kecuali pertambangan, penggalian, dan industri pengolahan.  Jelas Hermanto, perekonomian Aceh pada triwulan pertama 2015 diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp32,26 triliun atau sebesar US$2.53 miliar. Sementara itu PDRB tanpa migas adalah sebesar Rp30,84 triliun atau sebesar US$2,42 miliar.

“Lapangan usaha pengadaan listrik dan gas merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 15,61 persen, diikuti jasa pendidikan 10,73 persen, dan jasa lainnya sebesar 7,14 persen,”sebutnya.

Hermanto  mengatakan, untuk komponen ekspor luar negeri merupakan komponen yang paling tinggi mengalami kontraksi, yaitu sebesar 47,96 persen. Tingginya penurunan nilai ekspor luar negeri ini disebabkan oleh berhentinya kegiatan ekpor dari kilang gas alam cair (LNG) milik PT. Arun NGL sejak Oktober 2014.  Meskipun angka kontraksi ekspor luar negeri tersebut tinggi, namun kata Hermanto, komponen ini memiliki distribusi terkecil terhadap PDRB Aceh, yaitu sebesar 1,82 persen.

“Untuk impor luar negeri justru Aceh mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu sebesar 48,32 persen dari triwulan yang sama 2014, kenaikan ini disebabkan oleh tingginya nilai impor barang yaitu sebesar 150,08 persen,” sebutnya lagi.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Aceh di komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) tumbuh tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 2,82 persen dari triwulan  pertama 2014. PKRT masih menjadi komponen dengan distribusi tertinggi terhadap PDRB Aceh yaitu sebesar 62,44 persen.

Sementara itu, komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PKLNPRT) mengalami kontraksi yang cukup signifikan yaitu sebesar 8,14 persen dari periode yang sama pada 2014. Penurunan konsumsi LNPRT karena di triwulan I pada 2014 merupakan masa-masa pemilihan umum legislatif, sedangkan di triwulan I pada 2015 tidak ada kegiatan Pemilu legislatif.

Sedangkank komponen pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh sangat kecil yaitu sebesar 0,91 persen dengan distribusi PDRB sebesar 21,63 persen, sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) mengalami kontraksi sebesar 0,43 persen dengan distribusi PDRB sebesar 34,48 persen. (agus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *