Perempuan ini “Kartini” Bagi 10 Anaknya

AcehNews.net – Tuntutan ekonomi membuat perempuan kelahiran, Lhokseumawe, 31 Desember 1943 ini harus berjuang hidup membantu meningkatkan perekonomian keluarganya, menjadi penjualan daging di kaki lima diemperan kedai klontong di Gampong Jawa Lama, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, sekitar puluhan tahun yang lalu adalah pilihan hidupnya.

Adalah Syarifah, kini perempuan itu tidak berjualan lagi. Kesepuluh anaknya sudah dewasa, delapan orang anaknya sudah berumah tangga dan menghadiahkan nenek berusia hampir seabad ini 30 orang cucu. Perjuangannya meningkatkan taraf hidup keluarganya telah membantu kesepuluh anaknya menyelesaikan pendidikannya dengan baik.  Enam sarjana, dua magister, dan dua orang lagi hanya menamatkan tingkat SLTA.

“Semua ibu sama. Mereka tidak menginginkan anak-anaknya hidup dalam kedaan susah atau kemiskinan. Suami ku hanya seorang tentara yang hidupnya sangat sederhana walau pensiun dengan pangkat Letda,” cerita perempuan yang menyenangi bunga ini.

Syarifah berjualan daging keliling dari satu rumah ke rumah lainnya dengan perut hamil. Atas izin suaminya bernama Syafar Leles, dia melakoni hidup yang keras ini, semua demi anak-anaknya.

“Waktu itu, saya lagi hamil besar anak ketuju. Kadang sambil membawa anak laki-laki saya yang masih kecil bernama Suhadi, saya berjualan daging sambil jalan kaki. Awalnya suami saya melarang, karena tidak ingin saya lelah, tetapi karena saya meyakinkannya, dia pun mengizinkan saya dengan syarat saya tidak boleh lelah,” ceritanya sambil menitikan air mata, karena sangat merindukan suami terbaiknya itu yang telah duluan pergi menghadap Sang Pencipta pada 10 April 2008 silam.

Syarifah tidak tahu, apa karena faktor kasihan, banyak ibu-ibu di komplek asrama membeli daging dan bahkan tak sedikit yang memesan daging kepadanya saat meugang puasa tiba. “Ini barang kali rezeki anak-anak saya,” ucapnya lirih.

Hj. Syarifah.|Saniah LS

Hj. Syarifah.|Saniah LS

Waktu itu tahun 1973, perempuan yang pernah meraih juara pada kejuaraan tembak di kesatuan suaminya ini mencoba membantu suaminya untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya. Meski hanya tamatan Sekolah Rakyat (kini SD/Sekolah Dasar), Syarifah mengaku, dia ingin kesepuluh anaknya paling tidak harus menamatkan SLTA. Tapi Allah malah berkehendak lain, delapan anaknya berhasil tamat kesarjanaan, dua diantaranya mendapat beasiswa untuk melanjutkan magister.

“Anak-anak itu harus diceritakan bagaimana orangtuanya dulu berjuang untuk bisa sekolah. Ayah anak-anak saya itu, seorang lelaki pejuang, dia ingin masuk tentara, untuk masuk tentara, suami saya harus sekolah di sekolah tertinggi saat itu,  kini setara tingkat SLTP. Untuk membiayai sekolahnya, suami saya bekerja jadi kuli angkut barang, tidur di gerbong kereta api, dari satu gerbong ke gerbong lainnya dan perjuangan ayah anak-anak saya tidak sia-sia”.

Lanjut Syarifah, suaminya yang juga veteran itu,  berhasil menamatkan sekolah SLTP dan masuk tentara, sesuai keinginan dan cita-citanya. “Alhamdulillah dengan saya menceritakan kisah ini kepada anak-anak saya, mereka jadi termotivasi. Meski hidup kami dengan kesederhanaan, sekolah itu terpenting,” ceritanya lirih, kembali matanya berkaca-kaca.

Syarifah menarik ujung kain sarung yang dikenakannya, dia mengilap air mata yang jatuh membasahi pipinya yang sudah keriput . Sekali lagi dia menceritakan kerinduannya terhadap suaminya yang sudah lebih dulu meninggalkannya menghadap Sang Khalid.

Kemudian ibu  sepuluh anak dan 30 cucu ini kembali bercerita, alasan mengapa dia berjualan daging keliling tidak lain untuk merubah masa depan anak-anaknya. Karena dia tidak ingin melihat nasib anak-anaknya akan sama nasibnya nanti seperti kehidupannya.

“Sedih melihat anak-anak harus makan ikan asin dan telur. Jadi saya pikir dengan berjualan daging keliling, setidaknya anak-anak bisa ikut makan daging. Meski saya menjual daging dua hingga tiga kilogram sehari, itupun tidak semuanya habis terjual. Saya berjualan di sekitar asrama saja, karena suami tidak ingin saya kelelahan. Apalagi sedang hamil besar waktu itu,” ucapnya.

Hari berjalan minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berlalu berganti tahun. Setelah tidak menetap lagi di Asrama Tentara, dan pindah di rumah kayu warisan ibunya di Gampong Jawa Lama, Syarifah melanjutkan usahanya berjualan daging lembu dan ayam. Tidak banyak hanya sehari 2 hingga 3 Kg.

“Letih, tetapi semua itu terbayar jika kita melihat anak-anak kita berhasil. Alhamdulillah anak-anak berhasil menamatkan sekolah mereka dengan beasiswa. Allah memberi kemudahan dan mewujudkan harapan saya dan suami saya, meski kedua anak perempuan saya pernah menjadi TKW di Malaysia membantu kami membiayai sekolah adik-adiknya di perguruan tinggi di UNPAD dan IPB, ” cerita perempuan yang kini berusia 73 tahun pada 31 Desember mendatang.

Hasil keringat perempuan yang senang menulis puisi ini tidak saja mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga keperguruan tinggi, tetapi juga dia mampu membantu suaminya memperbaiki rumah kayu yang sudah dimakan rayap itu menjadi beton, meski hanya semi permanen.

“Sedikit demi sedikit uang saya sisihkan, saya simpan untuk membeli emas. Ada enam anak lelaki saya, saya berharap emas ini bisa membantu menikahi anak-anak lelaki saya. Itu saya sampaikan kepada suami saya. Kami pun sama-sama menabung, meski hanya sedikit yang kami sisihkan,” ceritanya.

Syarifah terus menangis. Perempuan tua ini tidak mampu lagi melanjutkan ceritanya, meski cerita itu berulang-ulang dia ceritakan kepada kesepuluh anak-anaknya (enam laki-laki dan empat perempuan), pun kepada cucu-cucunya. Bagaimana perjuangan hidup dia dan suaminya dulu, untuk merubah hidup anak-anaknya lebih baik lagi.

“Jika satu ibu bisa menjaga sepuluh anaknya tetapi belum tentu sepuluh anak bisa menjaga satu orang ibu hingga masa tuanya. Alhamdulillah meski dalam kesepian, saya masih bersyukur bisa tinggal di rumah yang penuh kenangan ini dan masih dikunjungi anak-anak saya tercinta,” ucapnya mengakhiri kisah perjuangannya sebagai “Kartini “ bagi kesepuluh anak-anaknya. (saniah ls)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *