Pemuda Ansor Aceh Tolak Penghapusan PPN Sektor Hiburan  

AcehNews.Net|BANDA ACEH – Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bambang PS Brodjonegoro, terkait penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk delapan sektor usaha dinilai tidak tepat.

Sekretaris Gerakan Pemuda (GP) Ansor Aceh, Zulfikar Djamaluddin kepada AcehNews.Net beberapa waktu lalu di Banda Aceh, beranggapan, penghapusan PPN untuk sejumlah sektor usaha hiburan tidak akan memberikan manfaat luas bagi publik. Justru sebaliknya menjadi boomerang karena pada akhirnya memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat untuk menikmati hiburan-hiburan yang tidak patut.

“Kalau kita mau jujur, usaha di sektor hiburan itu mayoritasnya bukan dilakoni oleh pengusaha lokal. Meski pun ada, saya yakin modalnya entah dari mana karena operasionalnya tidak kecil. Lagipula, marketnya juga kelas menengah dan ke atas. Nah, siapa yang diuntungkan? Harusnya penghapusan PPN dilakukan untuk sektor lainnya seperti kuliner atau usaha-usaha produksi skala kecil dan menengah yang notabane digeluti oleh pengusaha lokal dan menjadi andalan produk Indonesia,” ujar Zulfikar.

Harus diakui, iklim bisnis di Indonesia sarat dengan beban operasional yang tinggi. Selain adanya kewajiban-kewajiban pajak dan pengurusan berbagai perizinan usaha yang memakan biaya tidak kecil, para pengusaha acap kali berhadapan dengan kutipan-kutipan liar dari oknum-oknum tertentu.

Langkah Menteri Keuangan RI dalam melakukan penghapusan pajak untuk sektor tertentu cukup bagus. Hanya saja disayangkannya, sektor yang dipilih justru tidak menyentuh kepentingan banyak orang, bahkan terkesan merupakan kebijakan yang “dibeli” oleh mafia tertentu untuk memudahkan para pemilik modal.

Zulfikar menilai harusnya sektor kuliner misalnya dapat diberikan kemudahan yang lebih besar baik berupa penghapusan pajak tertentu, maupun kemudahan perizinan, serta jaminan keamanan atas pungutan-pungutan tertentu. Karena menurut dia, semua orang butuh makan dan banyak sekali pengusaha lokal di Indonesia dan Aceh khususnya yang bergerak di sektor ini. Tetapi karena pajaknya banyak sekali, kutipan juga banyak, akhirnya para pebisnis pemula di sektor kuliner lebih memilih berjualan di kaki lima. Bisnis kuliner lokal jadinya belum terorganisir dengan baik karena paranoida terhadap beban-beban tambahan ini,” sebutnya.

Di lain hal, penghapusan PPN untuk sektor usaha hiburan dikhawatirkan akan meningkatkan ruang partisipasi publik untuk mendapatkan akses hiburan yang tidak patut. Apalagi selama ini, sektor hiburan di Indonesia sarat dengan praktek peredaran Narkoba dan kriminalitas-kriminalitas lainnya.

Kata Zulfikar, bila saja selama ini sektor hiburan hanya diakses oleh masyarakat dengan ekonomi menengah dan ke atas, maka nantinya diprediksi, anak-anak muda dengan ekonomi rendah juga menginginkan hal yang sama. “Jadi, atas nama pemuda Indonesia, kami menuntut Pak Menteri mencabut keputusan ini. Jangan membuat keputusan yang sifatnya hanya popular, tapi tidak memperhatikan untung dan ruginya. Ini tidak benar,” tegas Zulfikar.

Di satu sisi Zulfikar menilai, hiburan merupakan salah satu kebutuhan tambahan yang harus diperoleh manusia untuk menciptakan harmonisasi mental dan karakter. Tapi tidak semua hiburan layak dinikmati oleh setiap orang. Karena itu, harusnya pemerintah melakukan filter dengan memberikan beban yang lebih besar untuk bisnis hiburan tertentu sehingga masyarakat tidak mudah untuk mendapatkan akses tersebut. (agus)

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *