Menyeruput Si Hitam Pekat di Solong Ulee Kareng

Melancong ke tanah rencong belum pas jika tak singgah di warung kopinya. Anda penikmat kopi tinggal memilih tempat tongkrongan yang pas dengan citra rasa kopi yang nikmat. Nah, Kota Banda Aceh yang dikenal dengan sebutan kota seribu warung kopi, membuat Anda tak sulit mencari warung kopi di sini.

Namun tak semua warung kopi di Ibu Kota Provinsi Aceh ini menyajikan kopi Aceh yang diracik sendiri. Dan di Solong Ulee Kareng lah, warung kopi yang dulu bangunannya berkontruksi papan dan sudah ada sejak 1974,  didirikan Haji Muhammad atau yang dikenal dengan sebutan Abu Solong, meracik bubuk kopinya sendiri.

Mulai dari mengongseng dengan bara, kemudian menambahkan telur, mentega, dan sedikit gula. Setelah itu bubuk kopi digiling hingga halus. Bubuk kopi saring siap disajikan untuk Anda menyeruputnya dengan nikmat bersama beberapa potong kue tradisional Aceh.

“Kami memilih biji kopi terbaik yang didatangkan dari Geumpang (Kabupaten Pidie) dan Lamno (Aceh Jaya). Biji-biji kopi jenis robusta pilihan inilah kemudian digongseng pelan-pelan dengan menggunakan bara api (bukan api),” jelas generasi kedua Solong Ulee Kareng, Nawawi atau yang akrab disapa Cek Nawi kepada media ini beberapa waktu lalu.

Pada 1982, Ayahnya, Haji Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Haji Muhammad Solong menyerahkan warung kopi yang mulai berkontruksi semi permanen kepadanya. Pria yang kini sudah berusia 53 tahun ini terus mempertahankan citra rasa kopi turun temurun dari ayahnya ini di warung kopi yang kini sudah berusia 39 tahun.

Cerita Cek Nawi, awalnya warung kopi yang melegenda ini tak seramai saat ini. Penikmat kopi di warung yang dulu dikenal dengan Warung Kopi Jasa Ayah ini hanya masyarakat sekitar dan warga yang hendak atau pulang dari pasar. Pada sekitar 1990, delapan tahun setelah dialihkan ke dirinya, warung kopi ini mulai ramai dikunjungi penikmat kopi.

Umumnya, dari mulut Cek Nawi, mereka yang datang ke Solong selain menikmati kopi juga membicarakan bisnis dan mendiskusikan isu politik yang sedang hangat dibicarakan. Tak sedikit juga mahasiswa yang datang ikut menjadikan warung kopi ini sebagai tempat mereka membahas tugas-tugas dari kampus.

“Sehari ada sekitar 1.000 pengunjung yang menikmati kopi. Lima puluh persennya adalah wisatawan dan 50 persen lagi penduduk lokal. Selesai menikmati kopi sambil berdiskusi kemudian mereka pulang,” ujar Cek Nawi.

Dalam menjalankan usahanya Cek Nawi dibantu dua saudara laki-lakinya, Cek  Lem dan adiknya Cek Din kini sudah memiliki tiga warung kopi lagi. Solong Dua di Lampeuneurut (dekat RS Meuraxa), Solong Tiga di Batoh (dikelola Cek Lem), Solong Premiun di Beurawe, dan Solong Mini di Lampineung. (saniah ls/acehtourim.info)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *