Media Masih Kerab Menjadikan Perempuan Sebagai Objek Pemberitaan  

AcehNews.Net|JAKARTA – Ketua Dewan Pers Indonesia yang baru, Yosep Adi Prasetyo mengatakan, saat ini media umum juga media khusus perempuan di tanah masih kerap menjadikan kaum perempuan sebagai objek pemberitaan, terutama berita pelecehan, pemerkosaan, dan  penganiayaan.

“Selalu perempuan yang menjadi sorotan, padahal posinya sudah menjadi korban tetapi malah d korbankan lagi,” kata Yosep Adi Prasetyo atau pria yang lebih dikenal dengan sebutan nama Stanly ini kepada AcehNews.net usai membuka acara Media Training On Gender; Representation, Voice and Influences yang digelar di Hall Dewan Pers Jakarta dari 13 hingga 14 April 2015.

Pelatihan yang digelar Institute  for Peace and Democracy yang bekerjasama dengan Dewan Pers Indonesia ini turut dihadiri Second Secretary, Media and Strategic Communication, Departement of Foreign Affair and Trade, Australia, Ms. Jenna Hand, Kedutaan Norwegia Mr. Henning Hjortland Johansen, Pengurus Yayasan IP, Duta Besar Faisha Cahyaningati, dan Dirjen Informasi dan Diplomasi, Duta Besar R.A Esti Andayani.

Masih kata Ketua Dewan, penyebutan janda juga kerap menjadi imed negatif yang selalu di anggap nakal, binal, dan pengganggu, tetapi jika memang benar ada yg seperti itu, bukan statusnya yang salah tetapi orangnya.

“Menurut saya proporsi jurnalis perempuan itu mestinya di perbanyak di setiap media, karena perempuan lebih peka terhadap kasus-kasus perempuan. Begitu juga halnya dengan perempuan2 yang memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang baik, selayaknya dapat posisi redaktur, pimpinan penanggungjawab rubrik, posisi strategis dalam redaksi. Sehingga, ketika ada pemberitaan terkait pemerkosaan, pelecehan perempuan mereka lebih bisa membahasakannya ketimbang jurnalis laki-laki,” kata Stanly.

Terkait pemberitaan media di Aceh, khususnya masalah penerapan syariat Islam, ketika ada pencambukan, Stenly mengatakan,  lagi-lagi terpidana perempuan yang di sorot padahal tidak boleh itu, perempuan kerap menjadi sub obsial.

“Perspektifnya yang harus diperbaiki lagi dan pemerintah daerah maupun DPRD juga harus hati-hati dalam membuat aturan atau Perda, jangan sampai mendiskriminasi perempuan. Seperti Perda duduk ngangkang saat naik motor di Kota Lhokseumawe,” demikian saran Ketua Pers Indonesia. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *