KPPU Awasi Perkembangan Mini Market Berjaringan di Aceh

AcehNews.net|BANDA ACEH – Pertumbuhan mini market berjaringan yang cukup signifikan di Aceh ditengarai akan mengancam kelangsungan usaha ritel kecil (toko klontong). Untuk itu  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyarankan, agar Pemerintah Aceh membuat Perda (Qanun) khusus tentang zonasi.

“Sejauh ini belum ada Perda apalagi Perwali yang mengatur kebijakan tentang itu di Aceh. Untuk itu KPPU Kantor Perwakilan Daerah Medan awal 2016, telah menyurati Pemerintah Aceh agar segera membuat kebijakan yang dituangkan kedalam Perda, agar mini market berjaringan tidak mematikan usaha ritel kecil yang kekuatan utamanya ada di kalangan masyarakat menengah ke bawah,”kata Kepala KPPU Kantor Perwakilan Daerah Medan, Abdul Hakim Pasaribu Pasaribu SE, Ak.M.E di Banda Aceh.

Abdul Hakim Pasaribu menjadi pembicara pada  Workshop Hukum Persaingan Usaha dan UUD No.5 tahun 1999, tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan tidak sehat kepada media cetak, elektronik, dan online, yang digelar, Senin (29/02/2016) di The Pade Hotel, Banda Aceh.

Dalam materinya, Abdul Hakim mengatakan, pertumbuhan mini market berjaringan, seperti antaranya Indomaret, Alfamart, dan Alfamidi di Provinsi Aceh dalam beberapa tahun terakhir terus menjamur di kota-kota seperti di Kota Banda Aceh, Lhoksemawe, dan Langsa.

Keberadaan mini market berjaringan ini, bisa menggeser keberadaan pasar-pasar tradisional jika pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh tidak segera mengeluarkan aturan zonasi. Karena jika tidak ada kebijakan yang mengatur hal itu, kehadiran mini market  berjaringan di kota-kota di Aceh bisa mematikan usaha ritel kecil di Aceh.

“Kehadiran mini market berjaringan ini dapat mematikan toko kelontong, jika tidak ada Perda yang mengatur zonasi,” kata Abdul Hakim.

Lanjut Abdul Hakim, seharusnya Pemerintah setempat membuat sebuah peraturan daerah (Perda) atau Peraturan Walikotan (Perwal) untuk mengatur zonasi, misalnya mengatur jarak antara satu market dengan market lainnya, mengatur waktu buka market, serta harus ada penilain tata ruang yang cocok untuk mendirikan market.

Selain itu juga, tambah Abdul Hakim, pemerintah daerah juga harus bisa mengatur produk-produk lokal agar bisa diterima dan dipasarkan di pasar modern maupun mini market berjaringan.

“Kalau hal itu belum dilakukan oleh pemerintah daerah maka kami takutkan kedepan pasar-pasar tradisional atau usaha ritel kecil akan hilang dan gulung tikar. Sebab sebagian masyarakat, khususnya yang tinggal di perkotaan cenderung lebih memilih pasar modern sebagai tempat untuk membeli kebutuhan hidup mereka sehari-hari, karena pasar modern begitu terjangkau, bersih, nyaman, ber-AC serta tidak perlu melakukan tawar-menawar harga barang yang hendak dibeli,”jelasnya.

Apalagi, seperti kota Banda Aceh sudah banyak berdiri pasar modern dan mini market berjaringan. Oleh karena itu, dibutuhkan Perda atau Perwal untuk mengatur semua itu.  Sebab Peraturan Presiden (Pilpres) dan Permendag tidak akan mengatur tentang kebijakan itu, kalau bukan daerah yang mengaturnya sendiri.

Sebelumnya KPPU sudah menyurati semua kabupaten/kota di Aceh yang sudah membuka ruang bagi pasar modern dan mini market berjaringan  untuk membuat Perda atau Perwal. Tetapi hingga saat ini belum ada satu pun daerah di Aceh yang sudah membuat kebijakan tersebut.

Sementara itu yang melakukan pengawasan selama ini terhadap pelaku usaha hanya KPPU saja, sedangkan dari pemerintah belum ada perhatian serius terkait hal tersebut.

“Kami takutkan kedepan kehadiran pasar modern berjaringan ini akan mengeser pasar tradisional dikarenakan persaingannya tidak sehat,”pungkas Kepala KPPU KPD Medan, Abdul Hakim Pasaribu. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *