Kasus Pemukulan Siswa SMP
KontraS Aceh Kecam Oknum TNI di Simuelue  

BANDA ACEH – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh  mengecam tindakan salah satu personil TNI yang bertugas di Kodim 0115 Simeulue, karena diduga melakukan pemukulan terhadap Candra Muliadi, siswa kelas dua, SMP, pada Minggu (2/11).

Manager Program KontraS Aceh, Edy Syah Putra, kepada wartawan, di Banda Aceh, Kamis (6/11) mengatakan, berdasarkan penelusuran informasi yang mereka dapatkan dari sebuah media lokal di Aceh, oknum anggota Kodim 0115 Simeulue, berpangkat Sersan Satu (Sertu) inisial ISW, diduga memukul seorang siswa SMP.

Sehingga, akibat pemukulan yang dilakukan anggota Kodim 0115 Simeulue tersebut, anak dari pasangan, M Sufi (48) dan Lismawati (41), warga Desa Labuah, Kecamatan Teupah Tengah itu,  masih dirawat secara intensif di ruang Cumi-Cumi Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue.

Menurut Edy Syah Putra, informasi yang diterima, korban mengalami pemukulan dibagian dadanya dan  sempat ditarik rambutnya oleh pelaku, dikawasan jalan umum Desa Busung, kecamatan Teupah Tengah.

Dalam hal ini, KontraS menilai, TNI selaku alat pertahanan Negara seharusnya menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana diatur Undang-undang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), bukannya melakukan tindakan brutal terhadap masyarakat sipil, apalagi sasaran pemukulan atau penganiayaan tersebut masih berstatus sebagai pelajar SMP.

Dia juga menilai, tindakan tersebut sangat konyol dan tidak mendidik selaku aparatur negara yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara.”Kami memberikan respek kepada pihak Kodim 0115 yang kemudian lansung menangani kasus tersebut dengan mengunjungi korban dan menawarkan perdamaian,” tuturnya.

Namun KontraS Aceh mengingatkan, proses pengajuan perdamaian tidak menghilangkan proses hukum yang tetap harus di kedepankan dan dapat menjadi preseden bagi anggota lainnya. Karena, bagaimapun juga, tindakan penganiayaan itu merupakan tindak pidana dan melanggar beberapa ketentuan hukum yang berlaku serta prinsip-prinsip umum dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia.

“Seharusnya kekerasan tidak lagi menjadi budaya dalam menyelesaikan satu kasus. Secara jelas, tindakan penganiayaan yang dilakukan anggota TNI bertentangan dengan jati diri TNI sebagai tentara profesional dan mencintai rakyat,” tegasnya.

Menurut Edy Syah Putra, tidak seharusnya TNI  mengedepankan arogansi dan sikap premanisme saat bertugas maupun ketika berinteraksi dengan masyarakat. Apalagi yang dipukul adalah pelajar yang hendak memberikan bantuan setelah melihat dan adannya permintaan tolong dari seorang anak kecil yang ditabrak oleh orang lain yang mengengendarai kenderaan roda dua.

Dijelaskannya, tindakan kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan anggota TNI terhadap lima pelajar itu bertentangan dengan undang-undang. Khususnya aspek perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak. (agus)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *