Kafe Beromset Rp2 Juta Per 3 Jam

Berbisnis kafe tidak saja memperhatikan menu makanan dan minuman yang dihidangkan kepada para tamu yang berkunjung tetapi juga perlu memikirkan bagaimana konsep interior kafe yang bisa menciptakan tempat bersantai yang nyaman dan aman.

Hiruk pikuk kendaraan yang lalu lalang di depan “kafe mini” milik tiga bersaudara yang berlokasi di Jalan T Daud Bereueh, Lampriet, Banda Aceh tak terlalu padat menjelang sore. Maklum lah sebagian warga kota masih sibuk bekerja. Jalan ini tampak ramai kendaraan yang lalu lalang saat jam pergi dan pulang kantor.

Saya membelokkan sepeda motor ke arah perpakiran Wisma Lampriet. Terbesit dalam hati kenapa ya, saya selalu melintas di jalan ini, namun tidak tahu kalau ada kafe “senja” (karena waktu dibukanya jelang sore hingga Magrib) di sini.

Seorang perempuan berkaca mata minus berkerudung merah jambu mempersilakan saya duduk di deretan kursi yang masih kosong. Tak lama kemudian seorang lelaki berusia sekira 29 tahun dengan kemeja kotak-kotak keluar mendekati kami berdua. Dia ikut duduk diantara kami dan kemudian Natasha memperkenalkan lelaki itu kepada saya. “Ini suami saya, Rizki”.

Pembicaraan pun dimulai, sepasang suami istri yang memiliki latar belakang sebagai arsitek ini mulai bercerita bagaimana mereka awalnya mulai merintis usaha tersebut hingga kini sudah dikenal para pemburu kuliner di Ibu Kota Provinsi Aceh ini.

“Kafe tidak sekadar sebagai tempat menjual makanan dan minuman. Kini telah dijadikan sebagai tempat untuk berdiskusi, ngobrol, dan atau meeting. Jika ingin terjun ke bisnis ini,  Anda harus mencari keunikan konsep dan menu yang ditawarkan ke pengunjung kafe,” kata Rizki Munanda.

Adalah Maroon Cake and Pastry. Kafe yang berlokasi di Jalan T Daud Bereueh, Lampriet, Banda Aceh ini digandrungi tiga anak muda yang masih terikat hubungan keluarga. Mereka Natasha, Rizki Munanda, dan  Farah Mutia.

Pada Februari 2013, garasi mobil disamping  butik milik Ibu mereka yang luasnya 4×5 meter  “disulap” Natasha dan Rizki Munanda menjadi sebuah kafe dengan desain modern yang mampu menciptakan suasana santai yang nyaman pada sore hari. Pasangan suami istri ini ternyata arsitek jebolan Fakultas Teknik Unsyiah.

Terlihat, sebagian interior kafe yang mereka desain itu terbuat dari barang bekas yang masih layak dipakai. Antaranya, botol minuman, pipa air yang dipotong 4 inci, jendela kayu , dan ambalan dari kayu bekas.

Modal mendirikan kafe ini kata Rizki dan Natasha tidak terlalu besar. Modal awal hanya sekira Rp7,2 juta. Rinci mereka, modal untuk bahan tiramisu dan makaroni Rp200 ribu, sisanya Rp7 juta untuk biaya renofasi garasi menjadi kafe berdesain modern.

“Cuma Rp7,2 juta kok. Itu untuk beli bahan membuat tiramisu dan makaroni, juga untuk membeli dua meja dan satu display,” jelas alumni 2010 tersebut.

Lanjut mereka, usaha yang dibuka mulai dari pukul 16.00 WIB dan tutup saat magrib ini dimulai awalnya untuk mengisi waktu kosong mereka dan menyalurkan hobi memasak. Makanya waktu buka kafe ini pun sangat singkat, tiga jam. Namun meski tiga jam meraup omset Rp2 juta/hari.

“Waktu itu terpikir aja mau mengambil waktu santai warga kota. Yaitu, dari pukul 4 sore sampai Magrib, setelah itu kami tutup. Alhamdulillah kehadiran kafe kami ini ternyata telah menjadi tempat tongkrongan menarik bagi keluarga, mahasiswa, dan pekerja,” papar Natasha.

Kafe yang memanjakan lidah warga Kota Banda Aceh dengan masakan western ini tidak terlalu mahal harga menu maupun minumannya. Semua bisa dijangkau dan masalah taste (rasa) disesuaikan dengan lidahnya orang Aceh.

“Kami tidak mengejar uang, yang kami pikirkan bagaimana membuat tamu loyal kafe kami sangat menikmati waktu santai singkat mereka di sini,” timpal Rizki.

Rahasia konsep yang diusung Maroon Kafe “Santai Sore” mampu menyedot sekitar 100 pengunjung per hari dan 70 persen diantaranya adalah tamu loyal mereka.

“Kami hanya ingin tamu yang datang ke kafe, bisa menikmati suasana santai sore mereka bersama keluarga, sahabat, teman, maupun kolega. Jadi bukan uang yang menjadi prioritas,” kata Natasha mengulang kata-kata Rizki Munanda.

Tata ruang membuat nilai lebih bagi sebuah kafe. Membuat desain tata ruang yang sesuai dengan kafe kebanyakan sangat penting dilakukan. Namun tentu harus bisa memberi sentuhan-sentuhan kecil yang membuat kafe kita berbeda dan terpenting mampu menciptakan kenyamanan.

Keahlian menata ruang dan mendesain interior memang milik Rizki dan Natasha. Tapi masalah memasak ada di tangan Farah Mutia. Adik kandung Natasha yang tak lain seorang sarjana pertanian lulusan Fakultas Pertanian Unsyiah 2012.

Dari cerita Rizki dan Natasha, adik mereka ini memang hobi memasak. Masakan yang sering dimasaknya adalah masakan western. Sanking jagonya, Farah (panggilan akrabnya) telah banyak menciptakan banyak varian masakan maupun minuman.

Antaranya, Dark Devil Cake, Tiramisu, Red Velvet, chiken pasta, American Rissoles, Oreo frappe, dan greentea latte/frappe. Harganya pun mulai dari Rp10 ribu sampai Rp25 ribu per porsi.

“Untuk update menu, tugasnya adik saya Farah karena dia emang jagonya,” puji Natasha.

Orangtua Natasha dan Farah Mutia memiliki sebuah butik yang diberi nama Maroon. Butik itu ada disamping Wisma Lampriet. Berdiri sekitar 2010. Sang mama mewariskan butik tersebut ke Natasha dan Farah Mutia. Setelah menyelesaikan kuliah akhir 2010, Natasha menikah dengan Rizki, abang kelasnya.

Natasha melihat potensi lain yang dimiliki sang adik, mengutarakan ide kepada Rizki pada akhir 2012. Farah waktu itu sudah mulai menjual tiramisu dan makaroni cup bikinannya lewat online.

Sehari laku terjual sekira 70 cup atau Rp450 ribu/hari. Pemesanan lewat online pun makin bertambah. Ohya, per cup tiramisu dijualnya Rp5.000 dan Makaroni Rp10 ribu.

“Kami pun mengubah garasi menjadi tempat tongkrongan kecil bagi pelanggan yang ingin mengambil pesanan tiramisu dan makaroni yang dipesan via online. Atas usul pelanggan loyal adik saya akhirnya kami menambah beberapa meja dan kursi dan mendesain interiornya menjadi kafe modern,” cerita ibu muda berusia 27 tahun mengakhiri wawancaranya dengan saya yang saat itu memesan minuman dingin greentea.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *