Jika Dibiarkan,
Area 11,187  Ha di Aceh Selatan Akan Menjadi Sumber Konfilk  

BANDA ACEH – Pemerintah Daerah bersama Pemerintah Aceh diminta untuk segera menyelesaikan persoalan tukar-menukar area hutan di Aceh Selatan. Usulan 19 desa yang ditandatangani oleh Keuchik, Tuha Peut, Ketua Pemuda, dan diperkuat oleh sikap Forum Trumon Raya, tidak kunjung direspon hingga 2015.

Wahana Lingkugan  Hidup (Walhi) Aceh, melalui keterangan pers yang dikirimkan ke AcehNews.net menilai, pembiaran penyelesaian kasus agraria ini sangat lambat. Ini menunjukkan satu kondisi carut marutnya pola pikir dan struktur tataruang di level daerah yang bermasalah. Padahal, desain pembangunan Aceh Selatan akan memberi pengaruh besar terhadap penyelamatan hak rakyat atas ruang sebagai sumber ekonomi dari kekayaan sumberdaya alam.

“Walhi Aceh memprotes pola pemiskinan yang dilakukan oleh industri ekstraktif bersama pemerintah atas perebutan wilayah bisnis yang memperkaya sebagian pengusaha saja dan pejabat pemerintahan atas nama PAD (pendapat asli daerah),” tegas Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, Kamis (26/2/2015).

Jelasnya, telaah staf yang disusun oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Selatan pada 2011 silam, telah menyimpulkan daftar nama perusahaan yang telah mendapatkan izin lokasi dari Bupati Aceh Selatan periode sebelumny,  dengan seluas 1.084 hektare. Perusahaan tersebut yaitu CV Agro Gemilang, CV Setia Fitri, CV Berlateh Jaya, PT Citra Pilar Mandiri, CV Sigantang Sira, dan PT Perkebunan Nusantara 1 Blok A.

Surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Aceh pada 2010 lalu dan rekomendasi Bupati Aceh Selatan, kata M.Nur,  harusnya diterjemahkan dengan baik oleh ahli hukum yang melibatkan masyarakat terdampak atas kebijakan yang salah.

“Walhi Aceh menilai semangat memberikan perlindungan terhadap harta kekayaan hutan jusru terbalik dengan ditemukan fakta ini atas nama bisnis daerah. Hutan dan masyarakat ditiadakan dalam kasus  seperti tentu akan berdampak terhadap masalah sosial dan lingkungan hidup di daerah,” kata M. Nur.

Lanjutnya, untuk itu Walhi Aceh meminta pemerintah bersikap tegas untuk segera memberikan ketetapan secara hukum dan membatalkan tukar menukar area hutan masyarakat yang sudah dikelola sejak turun temurun secara tradisional.

“Jika dalam tahun ini tidak akan ketetapan keputusan hukum, Walhi Aceh bersama masyarakat tentu akan mempersoalkan sampai ke ranah hukum melalui pengadilan,” tutupnya. (saniah ls/rilis)

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *