Setelah 10 Tahun Tsunami, Akhirnya Nisa Pulang

Fanisa, gadis yang awalnya memiliki nama Cut Lisa ini, saat tsunami terjadi masih berumur 5 tahun. Daerah asal gadis ini adalah di Mon Geudong, Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Gadis yang saat ini ditampung di Panti Asuhan Aneuk Nanggroe itu sempat menceritakan secara singkat kisah hidupnya kepada awak media di depan Gubernur Aceh tentang perjalanannya pascatsunami hingga akhirnya dipekerjakan di Malaysia.

Saat tsunami terjadi, Fanisa dibawa oleh Sabariah (orang yang mengaku teman Ibunda Fanisa-red) ke Masjid Raya Baiturrahman (MRB). Setelah seminggu berada di MRB, Fanisa akhirnya dibawa oleh Bayah (Panggilan akrab Sabariah-red) ke Medan. Selama tinggal bersama Bayah Fanisa mengaku diperlakukan denganbaik dan disekolahkan hingga SMP. Saat menginjak kelas dua SMP, Bayah akhirnya meninggal dunia setelah berjuang sekian lama melawan penyakit kanker.

Sepeninggal Bayah, tepatnya 40 hari pascameninggal Bayah, Fanisa diusir oleh adik Bayah, seluruh harta dan pemberian Bayah kepadanya diambil alih oleh adik Bayah. Diusir dari rumah tempatnya selama ini menggantungkan hidup dan berteduh, Fanisa akhirnya mulai bekerja serabutan demi melanjutkan hidupnya. Mulai dari penjaga warnet hingga doorsmeer pun dilakoni oleh gadis berkulit hitam manis ini.

Hingga akhirnya Fanisah bertemu dengan Ida. Saat bertemu dengan Fanisa, Ida mengaku teman baik Bayah. Ida pun menawarkan Fanisa pekerjaan sebagai pelayan restoran di Malaysia. Merasa hidup sebatang kara dan butuh pekerjaan untuk melanjutkan hidupnya, Fanisa akhirnya menerima tawaran Ida.

Namun, saat berada di Malaysia Fanisa tidak dipekerjakan di restoran seperti yang dijanjikan Ida, Fanisa justru dijual ke salah satu agensi disana dan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. “Saya tahu, saat disana (di Malaysia-red) saya dijual seharga 6 ribu ringgit kepada salah satu agensi,” terang Fanisa terbata-bata, sembari menyeka buliran air mata yang mulai menetes membasahi pipinya.

Selama dua menjadi pembantu rumah tangga di salah satu rumah di daerah Rawang, Malaysia,  Fanisa mengaku diperlakukan secara wajar oleh pemilik rumah. Namun, beratnya beban pekerjaan yang memang tidak sesuai dengan usianya membuat Fanisa menyerah dan meminta izin kepada sang pemilik rumah untuk mengembalikannya kepada agensi.

Merasa telah mengeluarkan uang cukup banyak, sang pemilik rumah memperbolehkan Fanisa untuk pergi dengan syarat harus membayar uang sebesar 6 ribu ringgit kepada tuan rumah. Nisa, begitu biasa gadis ini disapa, akhirnya tetap berada di rumah tersebut, namun dia tetap terus saja meminta dikembalikan ke agensi.

Pemilik rumah akhirnya mengembalikan Fanisa ke agensi. Disinilah Fanisa mengaku sempat mendapatkan perlakuan kasar dari pihak agensi. “Mereka sempat memukul kepala saya sekali, mungkin karena kesal karena saya tidak mau bekerja. Sedangkan selama bekerja saya tidak pernah mendapatkan bayaran sepeser pun.”

Saat di agensi, Nisa selalu meminta untuk dipulangkan ke Indonesia. Namun pihak agensi tidak mengabulkan kecuali Nisa mampu membayar uang sebesar 2 ribu ringgit. Nisa akhirnya dikurung disalah satu ruangan di kantor agensi tersebut. Hal tersebut dikarenakan Fanisa selalu meminta untuk dipulangkan ke Indonesia.

Beruntung, pada suatu pagi Fanisa berhasil keluar dari ruang penyekapan dan meminta tolong kepada salah seorang bapak yang kebetulan sedang jogging dan melintas di depan kantor agensi tersebut.

“Bapak tersebut kemudian melaporkan keberadaan saya di agensi tersebut ke polis. Tak berapa lama kemudian datang polis ke kantor agensi kemudian menjemput dan membawa saya ke KBRI. Akhirnya saya kembali ke Aceh setelah dijemput oleh Pak Bukhari dan Pak Said,” terang Nisa sembari melemparkan senyum kearah Kadinsos dan Kepalka BPBA itu. (agus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *