Secerca Harapan Cut ‘E, Sang Penyelamat Nazam Aceh

AcehNews.net – Hari itu jarum jam menunjukkan pukul 11.15 WIB. Sepuluh meter di depan pintu, lelaki separuh baya berkulit hitam berdiri sambil tersenyum di rumahnya yang berdinding papan. Seakan penyelamat nazam Aceh itu sudah mengetahui kedatangan awak media ke “istana” yang mulai dimakan rayap dindingnya itu.

Nazam merupakan kumpulan dari beberapa kitab yang ditulis kembali dalam bentuk bahasa Aceh dengan tulisan Arab Melayu.

Cut `E panggilan akrab Teungku Ismail Daud. Dia tinggal di Gampong Tanjong Dayah, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar. Cut ‘E salah seorang penyelamat Nazam Aceh. AcehNews.net bersama wartawan lainnya mulai menelusuri kisah dan pengalaman Teuku Ismail Daun dengan Nazam miliknya yang berusia puluhan tahun.

Pria kelahiran 1951 yang mengaku sudah 45 tahun membaca Nazam ini mengatakan, Nazam merupakan ilmu yang sangat berguna. Apalagi, di Nazam banyak mengajarkan tentang ajaran agama Islam. Nazam juga kata beliau memiliki berbagai sifat dan akhlak yang di anjurkan dalam Islam.

Bapak enam orang anak ini terlihat bergitu bersemangat saat menceritakan sejarah Nazam yang mulai punah dikikis waktu dan sedikit anak muda yang mau menjadi penerus sepertinya, belajar dan menyelamatkan Nazam Aceh.

Cut `E menceritakan, Nazam yang sering ia bacakan ialah Nazam Syekh Abdussamad atau Teungku Di Cucum dengan judul asli “Akhbarul Na’im” (Kabar Yang Nikmat) yang ditulis  pada 1269 Hijriah. 

Secara umum, isi Nazam Teungku Di Cucum merupakan nasehat bagi umat Islam sepanjang hayatnya, misalnya sejak dalam kandungan, lahir kedunia, usia anak-anak, remaja, kawin-mawin, beranak-bercucu, berumur hingga sampai meninggal dunia. 

“Baru setengah saja sudah enam puluh tujuh masalah. Misalnya tentang pernikahan sudah lengkap dan sangat detail dijelaskan,” sebut Cut ‘E, sambil membacakan sedikit isi Nazam Teungku Di Cucum di depan kami yang terpaku membisu hari itu.

Pembacaan Nazam, katanya, dilakukan seperti saat akan mengkhitankan anak, menunaikan nazar, hari Israk Mikraj dan menyambut bulan suci Ramadhan. Biasanya pembacaan Nazam berturut-turut 4 hingga 6 malam.

Pembacaan Nazam berbeda dengan ceramah, begitu kata Cut ‘E. Sebab Nazam kalau sudah dibaca pasti harus dihabiskan, begitu kata pria tua ini kepada kami. Cut `E terus memperlihatkan Nazam salinan Syekh Andid sebanyak 328 halaman, generasi sebelum Cut `E.

“generasi muda kita saat ini banyak yang tidak tertarik terhadap Nazam karena kurangnya pengenalan,” tutur Cut ‘E. Selain itu, lanjutnya, ia sangat menyayangkan generasi sekarang yang tidak peka terhadap peninggalan sejarah Aceh, khususnya Nazam itu sendiri.

“Sekarang banyak yang tidak bisa membaca bahasa Arab, bahasa Arab kan karakter mengaji, kalau orang pandai mengaji pasti bisa membaca Nazam,” ungkapnya mengkondisikan masanya dengan perkembangan sekarang.

Meskipun sudah puluhan tahun menyelamatkan Nazam, Cut `E mengaku hingga hari ini tidak ada perhatian dan dukungan dari Pemerintah untuk menyelamatkan Nazam Aceh. CUT ‘E takut, jika tidak diselamatkan maka akan punah dengan seiring waktu. 

“Pemerintah kita tidak peduli, anak muda apalagi. Ya saya berharap dengan ditulisnya tentang Nazam Aceh ini, terbuka pikiran semua orang Aceh, juga pemerintah, sehingga Nazam Aceh bisa diselamatkan, karena ini, Nazam Aceh salah satu warisan dari endatu kita. Mudah-mudahan dibudayakakan kembali membaca nazam,” harap Cut ‘E. (hafiz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *