Resahnya Para Perokok Memikirkan Harga Rokok Naik

AcehNews.net- Siapa yang tidak kenal dengan benda mematikan ini, rokok sudah menjadi primadona dan kebutuhan pokok bagi masyarakat dunia apalagi Indonesia.

Rokok dinikmati oleh berbagai golongan, saat ini tidak ada lagi klasifikasi untuk konsumennya. Seolah menutup mata dan telinga, para perokok rela menghabiskan separuh uang mereka untuk rokok. Setiap orang memahami bagaimana bahaya merokok, tapi itu semua seolah hanya gertakan sambal belaka.

Agama dan Negara sangat jelas melarang rokok karena tidak ada manfaatnya sama sekali, bahkan rokok justru ajang bunuh diri yang di lakukan secara perlahan oleh para penikmatnya. Merokok tidak hanya membahayakan diri sendiri, akan tetapi tidak baik untuk lingkungan dan orang lain.

Selain itu biasanya perokok menampakkan sikap egois, individualis, yang penting dirinya merasa puas. Inilah sikap yang disuntikkan kaum kapitalis kedalam otak perokok. Tidak peduli di dalam bis, angkutan umum, ruangan apa saja, di kamar tidur, di mana saja. Seolah hal tersebut sah-sah saja.

Nikotin ini telah menutupi akal sehat dan nurani kemanusiaannya. Seorang perokok terkadang tidak mau mendengar dan mengabaikan nasehat orang-orang yang menyayanginya. Perokok juga telah menganggap bahwa dirinya tergantung dengan rokok.

Sikap ketergantungan ini sadar atau tidak sadar merugikannya. Mulut terasa kecut bila tidak menghisap rokok, akal tidak bisa berpikir tanpa rokok, sugesti kecanduan telah merasuki otak mereka. Persis seperti kasus yang dialami para pecandu narkoba dan minuman keras.

Saat ini gulungan tembakau itu tidak lagi identik dengan orang dewasa, sebagaimana digambarkan di dalam iklan. Siswa sekolah pun sudah terbiasa mengonsumsinya. Bahkan dewasa ini para balita sudah diajarkan praktek merokok dengan sempurna. Dari siapa ? Dari “meniru” ayahnya, dari didikan orang tua. Bagaimana tidak ? Sejak dini mereka diajari meniup api dari korek yang dipakai orang tuanya saat merokok.

Besar sedikit, mereka diberi permen coklat yang bentuknya persis rokok, dan dengan bangga “mengajari” mereka tata cara merokok yang “baik”. Dari mulai meletakkan “rokok” tersebut ke mulut, lalu mengambil “korek” dan menyulutnya, mengapit “rokok” diantara jari tengah dan telunjuknya, sampai menghisap dan menyebulkan asap bohongannya ke udara, fuuuhh.. Orang tua dengan sukses mengajari anaknya dua hal,merokok dan berbohong. Kadang kala orang tua melarang dengan keras anak-anaknya merokok, sambil ia sendiri dengan tenang menghisap rokok dihadapan anaknya.

Isu kenaikan harga rokok di Indonesia akhir-akhir ini membawa kegelisahan bagi sebagian besar masyarakat. Para perokok jelas sangat menentang kenaikan harga rokok ini “kalau harga rokok naik memang angka perokok akan menurun, tapi angka kejahatan pasti akan meningkat.

Semua karena makin terjepitnya ekonomi masyarakat perokok menengah kebawah, apalagi kalau mereka sudah pecandu pasti akan susah meninggalkan rokok” ujar Kaisar (28) salah satu perokok aktif di Kota Lhokseumawe.

Isu kenaikan harga rokok sampai saat ini masih menjadi topik penting yang terus di bicarakan oleh masyarakat, sebagian besar sangat antusias terhadap kebijakan ini “saya sangat mendukung kenaikan harga rokok, seharusnya pabrik rokok di tutup saja agar udara bersih” kata Alfina  (53) seorang Ibu Rumah Tangga di Kota Lhokseumawe.

Petani tembakau juga ikut khawatir dengan isu kenaikan ini, walaupun mereka bukan konsumen tapi mereka juga terus mencari kepastian tentang kabar ini. Seorang petani tembakau Umam (32) mengatakan, “saat ini harga tembakau tidak stabil karena isu harga rokok, yang biasanya Rp100 ribu per Kg sekarang menjadi Rp80 ribu per Kg, tapi kalau memang harga rokok naik kami juga akan menaikkan harga  tembakau menjadi Rp150 ribu”. (Try Vanny, warga Kota Lhokseumawe)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *