Ilustrasi Awet Muda

Puasa Bikin Tubuh Sehat dan Awet Muda

BERIBADAH puasa di bulan berpendar hikmah ini bukan hanya mengundang pahala. Banyak hal duniawi yang jadi dambaan manusia juga bisa sekaligus diraih. “Tubuh jadi lebih sehat dan awet muda,” kata Siti Setiati, ahli gerontologi (ilmu penuaan) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

Puasa membuat awet muda? Ini bukan sekadar klaim manfaat puasa Ramadan seperti yang kerap beredar, melainkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Setiati. Menurut Setiati, tak sedikit klaim tentang manfaat puasa yang hanya berdasar teori kesehatan umum. Literatur kedokteran pun hampir tidak mengungkap detail metabolisme tubuh selama berpuasa. Maklumlah, standar baku prosedur riset melarang penggunaan manusia sebagai obyek percobaan medis. Alhasil, pembuktian khasiat puasa terbatas dilakukan hanya pada hewan percobaan, sedangkan manfaatnya bagi manusia masih terbungkus misteri.

Penelitian staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu berawal dari hasil penelitian tim FKUI pada 1997. Riset Setiati yang memanfaatkan puasa Ramadan itu melibatkan 43 pasien rawat jalan di Poliklinik Geriatri Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Kesimpulannya, puasa memperbaiki fungsi ginjal dengan mekanisme yang belum terjelaskan. “Riset ini membuat saya penasaran ingin meneliti lebih dalam,” katanya.

Ramadan tahun 1998, Setiati merekrut 63 pasien Poliklinik Geriatri yang berusia 55-76 tahun sebagai responden penelitian. “Saya sengaja pilih yang lansia (lanjut usia),” katanya. Alasan Setiati, responden berusia muda kerap menganut aliran “balas dendam”, yakni makan secara berlebihan saat berbuka puasa. Tentu saja hal ini membuat pembatasan kalori, yang seharusnya terjadi selama puasa, malah berantakan.

Berikutnya, empat kali Setiati memonitor kondisi tubuh responden: sepekan sebelum puasa, puasa hari ke-7 dan ke-17, serta dua minggu setelah puasa. Poin yang diukur adalah pasokan kalori dan kadar malondialdehida (MDA). Senyawa MDA adalah salah satu radikal bebas, substansi tak stabil hasil oksidasi yang berdampak merusak sel-sel tubuh dan mempercepat proses penuaan. Radikal bebas yang berlebihan juga dituding sebagai biang keladi beragam penyakit yang diakibatkan oleh sel-sel yang menjadi aus, seperti katarak, penyempitan pembuluh jantung, dan kepikunan.

Ternyata, puasa selama sebulan membuat pasokan kalori turun 15 persen. Kadar MDA bahkan terpangkas sampai 90 persen. Sesudah Ramadan berlalu, kadar MDA kembali meningkat, tetapi tidak setinggi kadar sebelum berpuasa.

Kemudian, Ramadan 1999, Setiati menggelar penelitian lanjutan. Kali ini riset melibatkan 15 lelaki sehat dengan metode self control. Selama berpuasa, responden disyaratkan agar tidak merokok, dan menjaga menu seimbang tetapi dengan kalori yang susut sampai 30 persen. Riset kali ini kembali membuktikan penurunan kadar radikal bebas sampai 90 persen. Selain itu, total antioksidan—senyawa yang melawan aksi radikal bebas—meningkat sekitar 12 persen.

Manfaat puasa tak hanya itu. Hal itu dibuktikan beberapa ilmuwan dari Bagian Penyakit Dalam FKUI, termasuk Julwan Pribadi, spesialis penyakit dalam yang turut meneliti beberapa indikator penting pada responden dalam penelitian Setiati. Kesimpulannya, selain daya ingat meningkat, puasa juga melebarkan diameter pembuluh darah. Artinya, puasa menjauhkan risiko pengapuran pembuluh darah (aterosklerosis) yang memicu penyakit jantung.

Berbagai hasil riset itu membuat Setiati menyimpulkan adanya mata rantai antara puasa dan peningkatan kualitas hidup. Pembatasan kalori dalam puasa telah memaksa tubuh menggenjot produksi antioksidan. Secara bersamaan, antioksidan menekan kandungan zat perusak radikal bebas. Alhasil, organ tubuh—seperti ginjal, jantung, dan otak—berfungsi lebih baik. Sel-sel tubuh juga tidak mengalami perusakan atau penuaan dini. Jadi, “Puasa bukan sekadar bikin awet muda,” kata Setiati, yang berencana melanjutkan penelitian ini untuk mendapat gambaran komplet dan kesimpulan yang lebih tajam.

Tentu saja, puasa perlu dijaga supaya tetap berada pada jalur yang benar. Menurut ahli gizi dari RSCM, Budi Hartati—dalam sebuah wawancara dengan TEMPO beberapa waktu lalu—masukan kalori masih aman bila dipangkas 15 persen dari kebutuhan normal, yang 30 kalori per kilogram berat badan. Pemangkasan bisa dicapai dengan mengurangi masukan karbohidrat dari nasi atau penggantinya.

Tapi, pembatasan kalori ini tak berguna bila seseorang tetap ngebut mengonsumsi makanan ringan yang kaya kalori seusai berbuka puasa. Yang juga layak diingat, selama Ramadan, pasokan sayur, buah, dan daging sebagai sumber vitamin, protein, dan lemak harus tetap berimbang. (Tempo 2000)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *