Pesona Taman Hutan Raya di Aceh Besar

Perkembangan pariwisata Aceh saat ini semakin melunjak, remaja terus berlomba-lomba memamerkan foto-foto keren mereka diberbagai media sosial, salah satu sektor wisata yang sedang dikembangkan dan sedang ramai dikunjungi saat ini adalah rumah pohon, di Tamah Hutan Raya (Tahura) miliknya Dinas Kehutanan Aceh, di Saree, Aceh Besar.

Rumah pohon adalah sebuah rumah yang terletak diantara dua pohon pinus sebagai penyangga, kayunya kokoh dan posisinya tergantung. Uniknya dari rumah yang sederhana dan hanya bisa dihuni oleh 15 orang ini, kita bisa menikmati sekaligus berselfie ria dengan latar berlakang (background) hutan pinus di kaki Gunung Seulawah.

Rumah ini terletak diantara pohon-pohon pinus di komplek kantor Unit Pengelola Taman Hutan Raya Meurah Intan, Saree, Aceh Besar. Tempat ini menjadi tempat yang ramai dikunjungi pada hari libur dan  sekomplek dengan wisata Islami lainnya. Jaraknya sekitar 80 Kilometer dari Kota Banda Aceh.

Menuju objek wisata air terjun Tahura haru melewati anak sungai dengan bebatuan terjal harus ekstra hati-hati|Nita Juniarti

Menuju objek wisata air terjun Tahura haru melewati anak sungai dengan bebatuan terjal harus ekstra hati-hati|Nita Juniarti

Air terjun Tahura Pocut Meurah Intan di Saree, Aceh Besar|Nita Juniarti

Air terjun Tahura Pocut Meurah Intan di Saree, Aceh Besar|Nita Juniarti

Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan diambil dari nama seorang tokoh perempuan, Pocut Meurah Intan adalah keturunan dari kalangan Kesultanan Aceh. Ayahnya merupakan seorang Kejruen (Kepala Negeri) Biheue. Suaminya bernama Tuanku Abdul Madjid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Syah Alam. Tuanku Abdul Madjid bekerja di bagian bea cukai di Pelabuhan Kuala Batee.

Dari perkawinan dengan Tuanku Abdul Madjid, Pocut Meurah Intan memiliki tiga orang putra bernama Tuanku Muhammad atau biasa dikenal Tuanku Muhammad Batee, Tuanku Budiman, Tuanku Nurdin. Kesemua anaknya berjuang dalam Perang Aceh. Pocut Meurah Intan juga merupakan ibu tiri dari permaisuri Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah (Sultan terakhir Kesultanan Aceh).

Pocut Meurah Intan merupakan nama panggilan khusus bagi wanita keturunan keluarga Kesultanan Aceh. Pocut Meurah Intan juga dipanggil juga dengan Pocut Biheue karena beliau berasal dari Biheue. Zentgraaff menceritakan bahwa Pocut Meurah Intan adalah seorang  perempuan yang tidak menyerah meskipun Ia seorang diri dengan rencongnya, beliau menusuk seluruh pasukan marsose yang mengejarnya, sekitar 18 orang marsose tanpa takut.

Dalam penyerangan tersebut, Pocut Meurah Intan terluka parah, Veltman pun justru berusaha menolongnya. Tapi Pocut Meurah Intan menolaknya. Dengan penyembuhan luka yang dilakukannya sendiri, membuat dirinya mengalami kecacatan di kakinya.

Sebagai seorang wanita yang terhormat untuk menghormatinya dan generasi saat ini tidak lupa siapa perempuan yang gagah berani itu, maka dibuatlah taman hutan raya yang disandarkan kepada namanya Pocut Meurah Intan yang saat ini terkenal dengan rumah pohon dan air terjunnya.

Berbicara tentang Air terjun, jalan menuju ke air terjun sama sekali tidak mudah, pengunjung harus melewati banyak rintangan. Air terjun terletak seberang jalan dari Tahura dan untuk sampai kemari haruslah dibimbing oleh polisi hutan Tahura. Pengunjung hanya membayar Rp10 ribu per orang untuk menuju tempat tersebut.

Saat memasuki jalanan pertama ke air terjun, kami menemui jalan beraspal, tetapi kemudian semakin jauh kami berjalan, jalan aspal tidak kami temukan lagi. Oh ya, saat menuju objek wisata air terjun kami menemukan panorama alam yang masih natural dan terawat dengan baik. Udara segar pun terus kami seduh.

 Landscape alam yang kami temua saat melakuka perjalanan ke air terjun, sunguhan pemandangan yang indah melalaikan mata. Terlihat pohon pinus tinggi sekitar 6 hingga 7 meter dengan daun pinus yang runcing berdiri berjejer mengarah ke arah langit. Jika terik, terlihat kaki langit dicelah-celah pinus dengan siluet yang manakjubkan. Subhanallah…pemandangan alam yang luar biasa indahnya.

Setelah melepas lelah sejenak dan jepret sana dan sini, kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali melewait beberapa perkebunan milik warga, kebun pisan dan cabe. Tak lama kemudian, kami pun melewati dua anak sungai dengan sangat hati-hati, maklum lah takut terpeleset dan kecebur ke sungai.

Kami menghapus peluh dan kemudian kembali berjalan menuju air terjun Tahura yang sudah tersohor namanya dikalangan wisata lokal seperti kami. Setelah perjuangan panjang,  akhirnya kami barulah sampai ke air terjun yang luar biasa menenangkan mata. Airnya jernih dan dingin membuat kami berlomba-lomba untuk cebur ke dalamnya, berenang dan menghilangkan penat selama sejam berjalan menyelusuri hutan yang masih asri dan rindang ini. (nita juniarti)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *