Penyebab ‘Banjir Langganan’ di Aceh Utara Diduga Ilegal Logging

LHOKSUKON | AcehNews.net – Banjir seakan menjadi langganan di Kabupaten Aceh Utara. Data yang diperoleh AcehNews.net ini pada Juni lalu di Kecamatan Lhoksukon dan Cot Girek, sudah terjadi tiga kali banjir dalam seminggu yang disebabkan karena tingginya intensitas hujan dan banjir kiriman dari Bener Meriah, hingga menyebabkan Krueng Peutoe meluap serta jebolnya tanggul penahan di beberapa titik tepatnya di Desa Dayah LT, Kecamatan Lhoksukon.

Sebelum nya, Ketua Komisi IV DPRK Aceh Utara Nasrizal atau lebih akrab disapa Cek Bay dari Fraksi Partai Aceh (PA) dalam keterangan nya kepada AcehNews.Net, Senin (27/7/2020) mengatakan, bahwa banjir yang terjadi di Kecamatan Lhoksukon dan Cot Girek Beberapa waktu lalu bukan semata terjadi karena jebolnya tanggul Krueng Peutoe , tapi lebih erat terjadi karena faktor faktor alam lainnya.

“saat ini posisi hutan lindung kita sudah tercemar, maka dalam mengatasi ini sebetulnya butuh upaya dan pihak-pihak terkait. Misalanya praktek Ilegal logging yang terjadi di atas dan juga termasuk salah satunya juga masalah penebangan atau pembukaan lahan perkebunan, yang mungkin tanpa izin dari pada pihak pemerintah,” ucap Cek Bay.

Dia berharap, kepada pihak terkait mengenai masalah Ilegal logging, pembukaan lahan baru , harus ditindak lanjuti oleh pemerintah dan termasuk dinas terkait .

“Dan kalau ini tidak di tindak lanjuti Maka dampak bencana pun terjadi dikala hutan di atas sudah habis kita tebang, maka siapa yang rugi, ya Aceh Utara,” ucap Cek Bay, yang juga putra Cot Girek.

Menurutnya dampak lainnya juga sangat besar, karena bukan hanya wilayah Krueng Peutoe saja yang merasakan banjir, dan bila di sini kita merasakan banjir , otomatis kota Lhoksukon sebagai mana kita ketahui sebagai ibukota kabupaten juga akan ikut merasakan dampak musibah banjir.

“Disini saya tegaskan dimana kalau ada informasi terkait perambahan hutan atau ilegal logging, baik kepada pihak lingkungan maupun penegak hukum, supaya menindaklanjuti atas setiap informasi, jangan nanti berimbas kepada masyarakat yang dibawah,” tegas Cek Bay seraya mengatakan bahwa hal ini disampaikan nya sebagai wakil rakyat di parlemen.

Tutupan Hutan yang Hilang

Sementara itu secara terpisah, GIS Manager Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA), Agung Dwinurcahya, menyebutkan kepada AcehNews.Net, beberapa waktu lalu, bahwa pada 2019, isu lingkungan hidup dan kehutanan di Aceh, khususnya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), menjadi isu yang dibahas publik. Kondisi hutan di Aceh menjadi perhatian publik karena pentingnya pelestarian lingkungan untuk kehidupan manusia.

Dirinya juga menyebutkan bahwa laju kehilangan tutupan di Kawasan Ekosistem Leuser wilayah Aceh menurun pada 2019 dibandingkan 2018.

Data tersebut didapatkannya Berdasarkan hasil monitoring dari citra satelit meliputi seluruh Provinsi Aceh dan kondisi gambut di Aceh, khususnya di Rawa Tripa – sebuah kawasan yang dulu dikenal sebagai ‘Ibukota Orangutan’ di dunia karena kepadatan populasinya.

Citra satelit yang digunakan adalah Landsat, Sentinel, Planet dan bantuan peringatan dini, kehilangan tutupan pohon GLAD alerts dari Global Forest Watch (GFW).

Agung juga menyebutkan bahwa laju hilangnya tutupan hutan di Provinsi Aceh periode 2019 adalah sebesar 15.140 hektare. Pada 2019 ini tren kerusakan hutan Aceh relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 15.071 hektare. Angka itu kurang lebih seluas 2,5 x lipat luas kota Banda Aceh, seluas 14 ribu kali lapangan bola, dan diperkirakan 41 hektare hutan hilang di Aceh per harinya pada 2019.

“Pada tahun 2019, di antara kabupaten-kabupaten yang angka laju tutupan hutannya tertinggi adalah Aceh Tengah (2.416 ha), Aceh Utara (1.815 ha), dan Aceh Timur (1.547 Ha),” sebutnya.

Secara umum, sekitar 60% hilangnya tutupan hutan yang terjadi di Kawasan Hutan (berdasarkan SK/MenLHK No. 103/Men-LHK-II/2015 maupun SK/MenLHK No. 580/Men-LHK II/2018), dan 40% lainnya terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL).

Dan akibat luas nya tutpan hutan tersebut Menurutnya, merupakan salah satu faktor dari meningkatnya angka terjadinya bencana alam berupa banjir, longsor dan kekeringan di Provinsi Aceh.

“Walaupun angka kehilangan tutupan hutan relatif stabil namun dampak bencana alam yang dialami relatif meningkat pada 2019 dibandingkan 2018,” tuturnya.

Pihaknya juga akan akan terus mendorong pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser dan lahan gambut di Aceh karena pelestariannya akan memberi manfaat kepada masyarakat Aceh, melindungi sumber air dan berperan untuk mitigasi bencana. (Syahrul)

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *