Penyandang Difabel di Aceh Belum Kantongi SIM D

BANDA ACEH –  Puluhan penyandang disabilitas  mendatangi Direktorat Lalu Lintas (Dit Lantas) Polda Aceh, di kawasan Lamteumen, Banda Aceh, Selasa (23/9), mereka menuntut pemenuhan hak penyandang difabel, terhadap pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) D, khusus bagi penyandang disabilitas.

Massa penyandang cacat yang didampingi sejumlah aktivis HAM di Banda Aceh, datang ke Dit Lantas dengan membawa beberapa poster bertuliskan tuntutannya. Namun, mereka difasilitasi di ruang tunggu samping mushala kantor tersebut.

Fasilitator penyandang difabel, Erlina Marlinda mengatakan, mereka melakukan aksi tersebut guna membantu kaum disabilitas, khususnya tuna rungu, supaya dipenuhi hak mereka sebagai warga negara dan masyarakat Aceh dalam pembuatan SIM D.

“Selama ini sering sekali mendapat diskriminasi terhadap mereka saat terkena razia karena tidak memiliki SIM, sehingga terkena tilang dari kepolisian, untuk pihaknya akan terus memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan SIM tersebut,” jelasnya.

Erlina Marlinda mengatakan, pihaknya sudah lama memperjuangkan hal tersebut sejak 2000 lalu, namun diharapkan kali ini dapat dipenuhi tuntutan mereka. Padahal berdasar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 80 huruf (e) tentang Penggolongan Surat Izin Mengemudikan Kendaraan Khusus untuk Penyandang Disabilitas.

“Seharusnya menjadi jalan lempang bagi penyandang disabilitas, mendapatkan haknya atas surat izin mengemudi. Namun, peraturan ini belum dijalankan oleh kepolisian di Aceh bagi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas,” paparnya.

Selama ini dinilai, mereka tidak pernah bisa mengurus SIM-nya, karena informasi yang simpang siur tentang SIM D. Sehingga mereka banyak yang kecewa, akibat kurangnya mendapatkan informasi yang jelas.

Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, yang ikut mendampingi penyandang difabel juga mengatakan, kaum disabilitas itu juga seperti masyarakat lainnya, saat melakukan aktifitasnya sehari-hari, walaupun dengan keterbatasannya.

“Mereka juga punya keluarga, harus belanja ke pasar, mengantar anaknya ke sekolah. Jadi sangat sulit bagi mereka jika harus membayar pekerja lainnya, dengan keterbatasan biaya hidupnya,” ujarnya.

Zulfikar menyayangkan hak yang sama tidak didapatkan penyandang difabel Aceh untuk memperoleh SIM D seperti penyandang disabilitas di Pulau Jawa. Harusnya kata dia lagi, Aceh lebih “ramah” terhadap penyadang disabilitas di Aceh yang dari data Dinas Sosial Aceh pada 2010, difabel Aceh berjumlah 30.062 jiwa yang tersebar di Aceh. (Agus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *