Partai Aceh Sesalkan Pernyataan Menkopolhukkam Soal Bendera

BANDA ACEH – Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh sangat menyayangkan pernyataan Menkopolhukkam Tedjo Edhi Pudjiatno yang menekankan pemerintah Aceh untuk mengubah bendera Aceh yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebagai barter hak kelola minyak dan gas 200 mil.

Juru bicara Partai Aceh, Suadi Sulaiman menilai pernyataan yang dilontarkan Menkopolhukkam merupakan bentuk dari ketidakikhlasan Pemerintahan Pusat dalam merealisasikan hak dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan dan menjaga perdamaian Aceh.

“Sehingga pemerintah pusat harus menekankan Aceh untuk mengubah bentuk dan warna bendera sebagai syarat mutlak untuk pembahasan lanjutan aturan turunan UUPA,” katanya kepada AJNN Kamis (20/11).

Kata dia, masalah bendera dan lambang Aceh sudah selesai pembahasannya dan tidak ada khilafiyah lagi, bendera Aceh sudah sah menjadi bendera Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan Aceh.

Bukan simbol sebagai kedaulatan dan tidak dilakukan sebagai kedaulatan Aceh sebagaimana ditegaskan dalam BAB XXXVI Pasal 246 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2006 dan turunan dari hasil penandatanganan MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dalam point 1.1.5.

Suadi yang akrab disapa Adi Laweung menyebutkan, jika bendera dan lambang tersebut dikatakan bertentangan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang dan Simbol Daerah adalah inskonstitusional. Jika pemerintah pusat meng-versus-kan UUPA dengan PP Nomor 77 Tahun 2007 tak ubahnya seperti kepiting yang sedang memecahkan aquarium.

Menurutnya Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 adalah perintah dari Undang Undang, untuk hasil klarifikasi menerima atau menolaknya diberikan waktu maksimal 60 (enam puluh) hari oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, namun hal ini tidak dilakukan oleh pemerintah pusat.

“Dengan demikian, qanun tersebut sah dan legal. Pengibaran bendera Aceh sebagaimana ditetapkan dalam qanun Aceh menjadi harapan bersama seluruh rakyat Indonesia, harapan ini menjadi tiang penyangga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah pusat pun tidak perlu ambiguistik terhadap Aceh,” jelasnya.

Pihaknya meminta Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar bisa menjamin kedaulatan negara Indonesia dengan tidak dicederai pembangunan perdamaian Aceh oleh para menteri Kabinet Kerja.

“Karena keutuhan NKRI dan keberlangsungan perdamaian Aceh bisa terbentuk atas kesepahaman bersama, bukan dengan mengangkangi amanat perdamaian itu sendiri,” tutupnya. (ajnn.net)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *