Nelayan Nagan Raya Keluhkan Limbah Batu Bara Cemari Laut

BANDA ACEH | AcehNews.net – Panglima Laot dan Nelayan Nagan Raya yang didampingi Sekretariat Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) melakukan diskusi bersama untuk merespon pencemaran lingkungan akibat limbah batu bara yang terjadi di pesisir dan laut tangkapan nelayan. 

Pertemuan ini dilakukan di Lhok Kuala Tuha yang dihadiri sekitar 50 orang nelayan yang berada di bawah arahan lembaga Panglima Laot Nagan Raya. Kegiatan yang dilaksanakan sejak kemarin hari ini.

Tak hanya melakukan diskusi, tetapi melakukan kunjungan langsung ke lapangan untuk melihat kondisi pesisir di sepanjang pantai yang berdekatan dengan aktifitas perusahaan. Hal ini disampaikan Sekjen Jaringan KuALA, Rahmi Fajri, Jumat lalu (26/7/2019).

Dalam pertemuan ini nelayan mengeluhkan turunnya hasil  tangkapan nelayan sejak 3 tahun terakhir. Penurunan hasil tangkapan ini bahkan dirasakan pada masa musim panen yang seharusnya nelayan mendapatkan hasil tangkapan dalam jumlah banyak. 

Panglima Laot Nagan Raya, Pawang Zainal dalam sesi diskusi menyampaikan, selain kurangnya hasil tangkapan nelayan karena kondisi perairan yang mulai tidak bersih, ini juga berdampak pada biaya operasional yang tinggi meskipun tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan. 

Hal tersebut juga disampaikan langsung oleh nelayan yang menyebutkan bahwa mereka merasa resah karena kondisi lingkungan saat ini yang membuat hasil tangkapan mereka menurun.

“Tiga tahun terakhir ini, nelayan kami sudah sangat hancur hidupnya karena pencemaran laut. Kami merasa tidak ada lagi tempat kami untuk mencari ikan, terkadang ketika kami menjaring ikan yang terjaring batu bara,” katanya.

Menanggapi hal ini, Sekjen Jaringan KuALA pun menyampaikan kekecewaannya terhadap perusahaan yang tidak memikirkan keberlangsungan hidup nelayan kecil dan nelayan tradisional tersebut. 

“Harusnya, aktivitas yang dilakukan perusahaan jangan sampai menggangu ruang hidup dan ruang tangkapan nelayan di pesisir dan laut Aceh. Ketika hal tersebut terjadi akan sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir yang akan berujung pada konflik antara nelayan dan perusahaan,” ungkap Rahmat.

Menurutnya, hal ini juga perlu direspon positif oleh Pemerintah Aceh, Pemkab Nagan Raya dan Pemkab Aceh Barat. Baiknya, pemerintah tidak hanya memikirkan inkam daerah saja tetapi juga harus memikirkan ekonomi dan keberlangsungan hidup masyarakat di pesisir. 

“Saya sangat kecewa dengan perusahaan yang tidak memikirkan keberlangsungan hidup nelayan kecil dan nelayan tradisional kami. Perusahaan seharusnya berfikir jangan samapai karena kegiatan mereka mengganggu ruang hidup nelayan. Apalagi hal ini mengakibatkan kesenjangan ekonomi, kami menakutkan jika hal ini terjadi akan muncul konflik antara nelayan dan perusahaan,” jelasnya.

Lanjutnya, Pemerintah Aceh dan Pemkab setempat juga jangan hanya memikirkan inkam daerah saja, tetapi juga harus memikirkan keberlangsungan hidup nelayan di pesisir Aceh,” sambungnya lagi.

Dalam kegiatan ini, peserta yang hadir adalah Panglima Laot Nagan Raya, seluruh Panglima Laot Lhok yang berada di wilayah kabupaten Nagan Raya, Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) dan Suara Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) Aceh Barat. Kegitan ini juga turut di dukung oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). (Teks: Hafiz Photo: Ist)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *