Menjaga Kebersihan Masjid, Kesadaran ini Milik Siapa?  

Kebersihan adalah tanda dari kesucian, begitulah kata orang bijak.  Banda Aceh adalah sebuah kota yang saat ini sudah berusia 809 tahun sejak didirikannya. Saat ini, Banda Aceh sudah berada dalam tahap menuju kota madani, artinya kota yang penuh dengan peradaban. Beberapa sektor sudah diperbaiki dan  saat ini masyarakat kota Banda Aceh sendiri sepertinya mulai sadar dengan program walikotanya dan mengikutinya dengan langkah lambat tapi pasti.

Masyarakat Madani bearti masyarakat yang beradab dengan wilayah yang luas dan demokratik, toleransi yang tinggi tidak lupa pula keadilan sosial yang mulai diperhatikan. Kepentingan individu mulai ditinggalkan, masyarakat yang mementingkan kepentingan bersama mulai digalakkan. Lembaga Swadaya Masyarakat mulai mengayomi dan pers sebagai penyebar informasi mulai tekun menebarkan isu-isu positif menuju kebangkitan masyarakat beradab.

Banda Aceh adalah Ibu kota Aceh yang dikenal sebagai Serambi Mekkah. Saat ini, banyak mesjid yang menjamur di berbagai pelosok kota dan desa yang menyediakan fasilitas mukena untuk shalat, Al-Quran dan sarung. Fasilitas seperti ini, tentu saja sangat diharapkan oleh masyarakat yang sering lupa membawa peralatan shalat namun karena ini jenis kain tentu saja cepat kotor dan jika tidak dirapikan menjadi tidak enak dipandang mata.

Salah satu masjid di Banda Aceh adalah Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini menjadi icon Kota Banda Aceh sekaligus Aceh, masjid yang awalnya dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda ini lalu dibakar pada 1873 merupakan masjid yang memiliki sejarah panjang dan saat ini menyediakan fasilitas mukena.

Masjid Raya terlihat ramai pengunjung apalagi kamis malam seperti ini, pasalnya setiap malam Kamis di masjid ini ada zikir bersama. Karpet merah sudah dikembangkan sejak sore, air minum sudah diletakkan di sudut-sudut masjid dan di ujung karpet. Orang-orang berlalu lalang beberapa orang menjepret-jempret kamera seraya takjub melihat kemegahan arsitektur Masjid Raya Baiturrahman.

Saya menuju tempat wudhu, beberapa wanita sibuk dengan kaca dan beberapa yang lain mengantri kamar mandi. Tidak terlihat sampah atau apapun yang mengotori lantai tempat wudhu atau yang membuat air tersumbat. Beberapa perempuan menggunakan tissue lalu membuang ke tong sampah, sepertinya kesadaran masyarakat  untuk kebersihan mulai tumbuh.

Azan berkumandang, orang-orang merapat ke masjid, lemari tempat menaruh mukena menjadi kosong seketika bahkan ada beberapa yang mengantri, tertib hingga selesai shalat Magrib masih terus pemandangan yang sama disajikan. Sebelum shalat, saya sempat melihat lemari mukena meski tidak tertata dengan rapi. Namun beberapa mukena terlipat bagus.

Pemandangan ini jauh berbeda dengan pemadangan beberapa tahun lalu jika orang siap shalat langsung melempar mukena ke lemari tanpa melipatnya terlebih dahulu.  Perubahan ini kentara, setidaknya warga Banda Aceh sudah mulai menyadari lingkungan yang indah hanya bisa terwujud dengan pola hidup yang bersih. Ya meski tidak semua masjid, kesadaran jamaah yang shalat untuk melipat kembali perlengkapan shalat sama, tapi diharapkan kesadaran itu terus tumbuh untuk menjaga Rumah Allah ini tetap bersih dan perlengkapan shalat tersusun rapi.

Semoga dengan adanya kesadaran Kebersihan mendamaikan pikiran, kebersihan menjadikan pikiran bekerja dengan lebih semangat ini, kota Banda Aceh benar-benar menjadi contoh kota yang sehat dan bersih apalagi didukung dengan banyaknya universitas yang menciptakan generasi hebat menuju perubahan, semoga. (Nita Juniarti adalah mahasiswi Sejarah Kebudayaan Islam UIN Ar-Raniry)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *