Melihat dari Dekat Tradisi Pemamanan di Agara

“Biasanya anak laki-laki yang telah disunat, satu hari dan ada juga yang dua hari, dijaga saudara dari pihak a ibu mereka. Setelah itu si anak akan tidur di kamar”.

Masyarakat alas Kutacane, KabupatenAceh Tenggara (Agara), Provinsi Aceh memiliki tradisi unik prosesi khitanan, bagi anak lelaki  mereka. Tradisi yang dibiasa disebut pemamanan (prosesi khitanan) oleh masyarakat Alas ini sudah turun temurun puluhan tahun dilakukan.

Pemamanan biasanya dilakukan saat libur sekolah dan hari libur besar Agama Islam. Menurut cerita Eli (29), salah seorang masyarakat Alas yang baru setahun menetap di Kota Banda Aceh kepada Aceh Tourism beberapa waktu lalu, biasanya anak lelaki yang akan disunat di peusijuk atau dalam bahasa Melayu sering disebut tepung tawar lebih dulu, sebelum diarak dengan kuda oleh keluarganya.

Tradisi puluhan tahun ini ada yang melakukan selama tujuh hari tujum malam dan ada juga yang melakukannya empat hari empat malam.  Tergantung kemampuan dari pihak keluarga. Dan jika pemamanan dilakukan dengan mewah biasanya pihak keluarga memotong satu atau dua ekor lembu/kerbau.

Seperti layaknya sebuah pesta perkawinan, hari pertama, kedua, hingga hari keenam, di rumah yang mengadakan hajatan ramai dikunjungi sanak saudara mereka dari pihak ayah dan ibu, serta masyarakat kampung. Biasanya makanan yang disajikan untuk para undangan dimasak secara gotong royong.

“Anak lelaki yang akan dikhitan, seperti pengantin pria, kuku tangan dan kakinya diinai. Dia juga memakai pakaian adat dan dilakukan peusijuk oleh pihak keluarga,” tutur Eli.

Pada hari ketujuh atau terakhir pemananan, prosesi arak-arakan kuda yang membawa “pengantin” sunat digelar. Saat itu rombongan keluarga akan mendatangi rumah dari saudara ibu mereka yang menghadiahkan kuda. Jumlah kuda pun disesuaikan kesepakatan yang diinginkan orangtua yang memiliki hajatan.

“Ada yang meminta tujuh ekor, bisa juga lebih, atau kurang. Semua berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak keluarga. Biasanya kuda diminta dari pihak saudara dari Mamak,” kata ibu rumah tangga yang pernah mengadakan tradisi pemamanan bagi kedua abang kandungnya itu.

Arak-arakan kuda dan mobil pikup yang membawa sejumlah hadiah dari pemberian saudara pihak ayah dan ibu “pengantin” sunat. Seperti lemari kayu, tilam, tempat tidur, lemari hias, dan meja tivi (sesuai permintaan) menuju kediaman yang menggelar tradisi prosesi khitanan.

Malamnya, “penganti” sunat pun dikhitan mantri. Setelah disunat, “pengantin” sunat ditidurkan di atas tilam yang kelambunya dibuat dari kain adat masyarakat Alas. Tilam berkelambu itu berada di ruang tamu. Selain dikelambui, di atas, di tengah-tengah,  diikat seutas tali (seperti jemuran) sebagai tempat mengantungkan pakaian adat yang telah dipakai.

“Biasanya anak laki-laki yang telah disunat, satu hari dan ada juga yang dua hari, dijaga saudara dari pihak ayah atau ibu mereka. Setelah itu si anak akan tidur di kamar,” tutup Eli mengakhiri ceritanya tentang prosesi pemananan yang pernah dilakukan juga oleh keluarga besarnya.

Saat prosesi khitanan, hanya pihak lelaki yang boleh melihat proses khitanan dilakukan oleh mantri. Biasanya “penganti” sunat saat akan dikhitan ditemani ayah dan pamannya. Prosesi khitananpun dilakukan secara tertutup. (acehtourism.info)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *