Media Dilarang Memuat Kronologis Pemerkosaan Secara Detail, Ini Dampaknya

BANDA ACEH | AcehNews.net – Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo  melarang media dan jurnalis memuat kronologis pemerkosaan dan pembunuhan, serta foto-foto sadis di media massa karena akan berdampak tidak baik kepada masyarakat maupun korban dan keluarganya.

“Jangan mengeksploitasi seksual dan pembunuhan sadis secara detail di media. Tugas jurnalis lah yang menyaring, memilah, dan menulis berita sesuai norma masyarakat dan kode etik jurnalistik,” pesan Stanley (panggilan akrab Yosep Adi Prasetyo) ketika diminta tanggapannya terkait pemberitaan kasus pemerkosaan dan pembunuhan sadis di media baik cetak, televisi, maupun online yang sangat meresahkan masyarakat karena menuliskannya secara detail bagaimana cara-cara pembunuhan maupun pemerkosaan dilakukan tersangka.

Stanley mengatakan, polisi memiliki tugas menceritakan kronologis pembunuhan atau pemerkosaan saat konferensi pers digelar atau saat dilakukan wawancara. Namun kata Stanley tugas jusnalis dan redaktur lah mem-filter kronologis yang dipaparkan pihak kepolisian, apa yang tidak bertentangan dengan norma masyarakat dan Kode Etik Jurnalistik.

Kode Etik Jurnalistik pada Pasal 4 mengamanatkan bahwa “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”.  Pada poin huruf (c) dan (d) pasal 4 dijelaskan, sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan dan  cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

“Tidak boleh mengutip apa yang dipaparkan secara detail.  Wartawan dibekali Kode Etik Jurnalistik di dalam melaksanakan tugasnya.  Selain itu wartawan juga tidak boleh mewawancara korban. Cukup keterangan dari pihak kepolisian,” tegas Ketua Dewan Pers Indonesia ini lagi.

Dampak Psikologis

Salah seorang psikolog di Aceh, Novita Sari,M.Psi,Psikolog kepada AcehNews.net di Banda Aceh, Sabtu (10/03/2018) menjelaskan, ada perubahan pandangan hidup masyarakat. Kata Ayi (panggilan akrab), lazimnya, kalau kronologis pemerkosaan maupun pembunuhan terpapar dengan hal itu reaksinya akan jadi shok, takut, cemas, stres. Tidak saja bagi korban tetapi juga masyarakat yang membaca berita.

“Tapi kalau sudah terpapar berulang-ulang kronologis pembunuhan dan pencabulan di media massa maka efeknya akan berkurang. Masyarakat tidak akan merasa cemas, stres, shok, takut, dan perasaan psikologis lainnya. Jadi sudah dianggap hal itu sebagai hal yang biasa. Bahkan kalau terjadi di dunia nyata atau di depan matanya, maka akan dianggap itu hal yang biasa,” kata Ayi.

Efek psikologis lain yang dirasakan, lanjut Ayi, masyarakat akan jadi mendapatkan informasi, pemahaman, dan penguasaan tentang perilaku tersebut dari media massa.

“Secara tidak sadar, masyarakat mulai mengadaptasi dan menirukan perilaku itu di lingkungannnya,” demikian pungkas Ayi. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *