Masa Pandemi, Ibu Lebih Dominan Membangun Ketahanan Keluarga

JAKARTA | AcehNews. Net – Dalam rangka memperingati hari ibu dan Hari Ulang Tahun Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) ke-13 yang jatuh pada 22 Desember, bekerjasama dengan IDN Times, didukung Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Yayasan Alzheimer’s Indonesia, mennggelar Webinar yang mengangkat tema “Ibu Tangguh dan Demensia” pada Sabtu (19/12/2020).

Webinar sempena HUT FJPI ke-13 ini menghadirkan Kepala BKKBN RI, Dr. dr. Hasto Wardoyo SpOG (K) dan Executive Director Alzheimer’s Indonesia, Michael Dirk Roelof Maitimoe. Membahas seputar peran ibu yang sangat penting dalam membangun sebuah keluarga. Namun tidak sedikit sosok ibu yang kerap mengalami berbagai macam penyakit ketika memasuki masa lansia, salah satunya adalah demensia yang menyerang fungsi otak.

Kepala BKKBN RI, dr. Hasto Wardoyo SpOG (K) saat memberikan materi mengatakan, selama masa pandemi Covid-19, perempuan masih cukup baik dalam menerima kondisi yang ada di dalam sebuah keluarga. Bahkan katanya lagi, membangun ketahanan keluarga yang tangguh pasti ada peran perempuan yang luar biasa. Karena menurutnya keluarga memang tidak bisa lepas dari peranan seorang perempuan sebagai ibu yang hebat dan tangguh.

“Selama masa pandemi perempuan masih menjadi sosok dominan yang melakukan pekerjaan rumah, mengasuh anak, dan membeli kebutuhan rumah. Itu artinya mereka masih cukup baik dalam menerima kondisi ditengah pandemi ini,” ujar Hasto.

Sosok ibu, sambungnya, berperan penting dalam menciptakan keluarga yang berkualitas dan memiliki kualitas hidup yang baik. Sayangnya, ketika memasuki usia tua perempuan akan cenderung mengalami demensia dengan beberapa gejala tertentu.

Oleh karenanya, Kepala BKKBN menyarankan, lansia yang masih sehat dan mampu bekerja sebaiknya tetap bekerja ataupun melakukan investasi dan membuka lowongan pekerjaan. Selain itu, sebagai lansia juga harus sadar jika memiliki penyakit dan harus bisa mengontrolnya setiap saat.

“Lansia yang masih sehat dan mampu bekerja, sebaiknya masih dapat produktif. Jika tidak bisa kerja dengan berjalan atau berkegiatan, masih bisa melakukan investasi atau membuka lowongan kerja. Selain itu, kalau memiliki penyakit harus rajin mengontrol penyakit yang dimiliki,” terangnya.

Dia menjelaskan, dalam membangun sebuah keluarga, pengaruh lingkungan memberikan dampak yang cukup besar. Maka dari itu, hindari lingkungan yang toxic. Membangun sebuah keluarga yang harmonis, ideal, dan berkualitas memang bukan perihal yang mudah. Sebab, terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhinya termasuk lingkungan.

“Adanya toxic friendship dan relationship menjadi pengaruh yang dapat membawa masalah dalam membangun sebuah keluarga. Hal ini patut diantisipasi karena pengaruh lingkungan juga sangat besar,” beber Hasto.

Selain itu, ia juga memaparkan jika terdapat sebuah hasil riset yang menunjukkan bahwa pasangan dengan gangguan mental emosional dapat menyebabkan disharmonis dalam keluarga. Hasil riset sebut Hasto, Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa mereka yang mengalami gangguan mental emosional kalau berjodoh menjadi suami istri sangat memprihatinkan.

“Ini karena pasangan ini dapat menyebabkan disharmonis dalam keluarga yang dibangun,” tandasnya seraya menambahkan, untuk membantu penderita demensia, bisa mengajak mereka melakukan kegiatan sosial, aktif berkomunikasi, dan menjalani pola hidup sehat.

Dikesempatan yang sama, Executive Director Alzheimers Indonesia, Michael Dirk Roelof Maitimoe menerangkan, demensia dapat diibaratkan seperti payung dari penyakit alzheimer. Dimana terjadi penurunan fungsi otak yang memengaruhi daya ingat, emosi, dan pengambilan keputusan. Ia pun membagikan beberapa tips untuk mencegah dan membantu penderita demensia agar tetap sehat secara fisik.

“Untuk mencegahnya bisa dilakukan dengan melakukan aktivitas sosial, mental, fisik, komunikasi aktif, dan diet serta pola hidup sehat. Hal paling penting yang bisa membantu orang demensia adalah dengan melakukan video call dengan anak atau cucu,” ungkapnya.

Sementara itu, tamu yang hadir dalam webinar, DY Suharya menceritakan bahwa ibunya memiliki gejala demensia berupa lupa, marah, stres, dan merasa kesepian. Bahkan, hal tersebut mengganggu kesejahteraan yang ada di rumah.

“Ibu saya memiliki gejala demensia berupa lupa, marah, stres dan merasa kesepian. Penyakit ini berhubungan dengan fungsi otak untuk mengambil keputusan dan membawa dampak tidak adanya kesejahteraan di rumah,” paparnya.

Ia pun menegaskan untuk jangan pernah merasa maklum dengan pikun. (Hidayatillah)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *