Terkait Kejahatan Lingkungan,
Mantan Gubernur Aceh dan Kadis Kehutanan Dilaporkan ke Bareskrim Polri‎

BANDA ACEH | AcehNews.net – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan empat laporan kasus indikasi penyimpangan sektor lingkungan di Aceh ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipidkor) Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, 16 November 2017 lalu. Dari laporan kasus kejahatan lingkungan itu, mantan Gubernur Aceh dan Kadis Kehutanan ikut dilaporkan sebagai terduga terlibat dalam kasus tersebut.

Staf Monitoring Korupsi MaTA, Syaryulis mengatakan, keempat kasus tersebut merupakan hasil investigasi MaTA yang tersebar di Aceh Tamiang dan Nagan Raya. K‎asus-kasus tersebut antara lain, tiga kasus perjanjian kerjasama pengelolaan kelapa sawit dalam kawasan hutan lindung di Aceh Tamiang dengan objek kelapa sawit dan juga bakau.

Selain itu, katanya lagi, kasus lainnya adalah perjanjian kerjasama pengelolaan sawit dalam kawasan lindung di Nagan Raya. Jelasnya, hasil temuan MaTA, kasus-kasus ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Aceh bersama oknum perorangan dan juga koperasi.

“Berdasarkan hasil analisa MaTA, kasus tersebut memenuhi unsur tindak pidana korupsi, sebagaimana dituangkan pada Pasal 2 dan 3 UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ungkap Syaryulis, saat konferensi pers di Kantor Mata, Ulee Kareng, Banda Aceh, Rabu kemarin (22/11/2017).‎

Dalam laporan tersebut, MaTA turut melaporkan Gubernur Aceh periode 2012-2017 dan Kadis Kehutanan Aceh. “Gubernur Aceh patut diduga mengetahui dan mengizinkan perjanjian kerjasama ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Aceh, meskipun Bupati Aceh Tamiang menolak perjanjian tersebut,” kata Syaryulis.

Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun, kata Syaryulis juga turut dilaporkan karena diduga kuat ikut merancang dan menandatangani perjanjian kerjasama itu.

“MaTA dan ICW menduga, perjanjian kerjasama yang dibuat dalam kasus pengelolaan sawit di kawasan hutan lindung dan kawasan lindung hanya dijadikan sebagai modus untuk melegalkan indikasi penyimpangan. Padahal faktanya untuk menguras kekayaan alam Aceh,” sebut Staf Monitoring Korupsi MaTA, Syaryulis.

Selain ke Dit Tipidkor Bareskrim Polri, keempat kasus ini juga dilaporkan ke Ombudsman RI di Jakarta pada hari yang sama, ditambah tiga kasus lain dengan potensi penyimpangan mal administrasi.

“Kasus-kasus tersebut antara lain pembukaan lahan oleh PT. Indo Sawit Perkasa di Subulussalam yang kuat dugaan tanpa disertai izin land clearing, pembukaan lahan oleh PT. Bumi Daya Abdi tanpa dilengkapi dengan dokumen yang lengkap serta kasus pemberian izin usaha untuk PT. Mandum Payah Tamita di Aceh Utara,” ungkapnya.‎

Bagi MaTA, laporan kasus yang disampaikan ke Dit Tipidkor Bareskrim Polri dan Ombudsman harus menjadi dasar evaluasi oleh Pemerintahan Irwandi-Nova untuk mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh.

“MaTA berharap, Pemerintahan Irwandi-Nova harus melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak merusak lingkungan termasuk pengalokasian anggaran yang cukup untuk perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh,” tambah Syaryulis. (haz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *