Labi-Labi Malang, Labi-Labiku Akan Menghilang…  

Era sekira ’90-an, angkutan umum masyarakat Aceh ini pernah booming, siapa tak kenal dengan nama angkutan umum yang sudah menjadi mascot sebutan kendaraan umum di Ibukota Provinsi Aceh ini, labi-labi. Kalau di Medan dikenal “angkot” dan di Jakarta angkutan umum yang disenangi warga “Bajai”, semua masih bertahan, bagaimana dengan labi-labi?

“Darussalam..” teriak salah seorang supir labi-labi yang nangkring di terminal Keudah, Banda Aceh kepada masyarakat yang lalu lalang.

Tak lama bersahutan teriakan yang lain, “Lambaro! Lambaro!!”.

Ada beberapa labi-labi yang masih tak terisi penumpang. Para supir yang merangkap menjadi kernet terus berteriak menyebutkan trayek mereka, kepada masyarakat yang melintas dan pejalan kaki. Tapi sudah sejam teriakan itu belum ada penumpang yang datang menghampiri para supir labi-labi yang sudah puluhan tahun menggantungkan “periuk nasinya” dari kendaraan umum yang pernah menjadi idola mahasiswa era ’90-an ini.

Labi-labi malang, labi-labi yang akan menghilang yang akrap disebut oleh masyarakat Kota Banda Aceh itu, kini  hanya bisa meninggalkan bekas rodanya saja.

Memasuki era globalisasi dengan makin banyak dealer sepeda motor dengan Down Payment (DP/uang muka) kredit murah telah “melumpuhkan” mata pencarian para supir labi-labi. Meski tanpa dipungkiri justru memberi keuntungan bagi masyarakat, karena bisa berhemat dengan biaya angkutan umum yang tidak lagi murah bagi masyarakat menengah ke bawah.

“Sebagian kawan-kawan saya sudah berhenti menjadi supir labi-labi. Mereka, kawan-kawan saya itu telah beralih profesi menjadi pedagang di kaki lima. Hanya tinggal beberapa lagi, bukan tidak mungkin jika penumpang terus sepi, labi-labi akan hilang ditelan zaman,” kata Dahlan miris.

Menurut supir labi-labi yang ditemui AcehNews.net, tidak adanya perhatian pemerintah setempat akan nasib para supir labi-labi di Kota Banda Aceh ini, membuat sebagian pengusaha gulung tikar dan supir labi-labi pun kehilangan mata pencarian mereka.

Awai ngon lon ba moto labi-labi cit, jino dirombak moto jih keu pick up untuk di meukat (Dulu kawan saya bawa mobil labi-labi juga, sekarang labi-labi sudah diubah menjadi pick up untuk berjualan),” cerita Dahlan Pada AcehNews.net, tepat saat Dinas Perhubungan Aceh memperingati Hari Perhubungan Nasional di halaman Kantor Gubernur Aceh beberapa waktu lalu.

Mengenang kembali kejayaan  “teman dekat” labi-labi yaitu robur era 1990, sudah lebih duluan menghilang. Sebagian bus idola para mahasiswa yang ke arah Darussalam, Banda Aceh itu kini menjadi pajangan bus tua di halaman belakang Kantor Gubernur Aceh dan Dayan Dawood.

Sepinya penumpang dan trayek yang semakin berkurang, membuat miris nasib para supir labi-labi di Ibukota Provinsi Aceh. Apalagi tidak lama lagi sekitar 30 unit Trans Kutaraja akan meramaikan kendaraan umum di Kota Madani ini.

“Bagi kami tidak masalah Trans Kutaraja hadir meramaikan bursa kendaraan umum di Banda Aceh dan sekitarnya. Karena rezeki sudah diatur Allah. Tapi yang kami minta kepada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota tolong perhatikan nasib kami ini. Terutama membuat kebijakan baru agar para dealer sepeda motor tidak lagi memberi kredit sepeda motor dengan DP murah,” harap Dahlan dan teman-temannya.

Ruslan, salah satu supir labi-labi yang masih bertahan di rute Montasik, Aceh Besar, mengatakan, sebelum dealer memberi kredit sepeda motor dengan DP murah, masih ada penumpang labi-abi.

“Sekarang boleh lihat, paling ramai pun dua penumpang. Sepertinya kendaraan umum labi-labi ini tidak ada tempat lagi di kota ini,” kata Ruslan dengan raut wajah sedih.

Menurutnya, saat ini “periuk nasi” supir labi-labi sudah hancur. Ia mencontohkan, kalau sebelumnya labi-labi mereka penuh dengan anak sekolah, saat anak sekolah sudah dibelikan sepeda motor karena kredit sepeda motor yang murah DP-nya, mereka hanya menerima beberapa penumpang saja.

“Setiap jalan, dua penumpang, bahkan kadang tidak ada sama sekali,” akunya.

Banyaknya alasan masyarakat ingin memiliki sepeda motor untuk aktifitas sekolah, kuliah, dan kegiatan lainnya,  selain DP kredit yang murah terjangkau, juga ongkos labi-labi yang semakin mahal, menyebabkan masyarakat ingin memiliki kendaraan sendiri, apalagi DP untuk kredit sepeda motor murah dan bisa dijangkau.

Ongkos labi-labi per orang dari rute Banda Aceh dan Aceh Besar dipatok sekitar Rp5.000 hingga Rp15 ribu (dilihat jauh dekatnya).

“Sekarang ini saja dengan DP Rp500 ribu masyarakta sudah bisa kredit sepeda motor. Itu aja minta kami kepada pemerintah tolong ada aturan yang mengatur itu. Memang tidak ada hak kami untuk melarang masyarakat meng-kredit sepeda motor, tetapi paling tidak pemerintah mendengar jeritan kami ini, para supir labi-labi,” demikian kata Ruslan tentang harapan dia dan kawan-kawannya kepada Pemerintah Aceh. (zuhri noviandi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *