Kasus Meningkat, Penegak Hukum Diminta Tindak Tegas Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak

BANDA ACEH | AcehNews.net  – Istri Gubernur Aceh yang juga pembina Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Provinsi Aceh, Darwati A. Gani, meminta penegak hukum menindak tegas pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Menurut mantan anggota DPRA Komisi VI ini, tindakan pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak bisa berujung pada traumatik panjang terhadap korban. Korban juga kata Darwati sebaiknya dilakukan pemulihan secara psikologi. Tetapi kepada pelaku anak dia juga menyarankan hal yang sama karena anak sebagai pelaku maupun korban dilindungi dengan UU Perlindungan anak.

“Jika hukum sudah bertindak tegas, dengan demikian angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak baik kekerasan fisik maupun seksual angkanya akan berkurang,” ujar Darwati dalam ekspos kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pendopo Gubernur Aceh, beberapa waktu lalu, Selasa 13/03/2018.

Darwati juga meminta kepada penegak hukum agar pelaku jangan dilindungi dan memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan sesuai hukum yang berlaku.

Para korban, ujar Darwati, merupakan tokoh yang harus diutamakan. Di mana, jika kondisi traumatik korban tidak hilang, dikhawatirkan justru korban yang nantinya bisa menjadi pelaku. Apalagi, selama ini banyak kasus yang menimpa perempuan dan anak dilakukan oleh orang terdekat.

“Jika proses hukum terlalu cepat selesai, korban tidak pulih dan ia kembali berjumpa pelaku maka korban akan kembali trauma. Ketakutan ketika berjumpa tidak pernah hilang,” kata Darwati.

Kekerasan atas perempuan dan anak di Aceh, dari tahun ke tahun kasusnya terus meningkat. Terbanyak adalah kasus kekerasan fisik dan seksual. Padahal dalam Undang-Undang khusus ada pasal yang mewajibkan untuk melindungi perempuan dan anak dari bahaya tindakan kekerasan yang dilakukan.

“Fenomena kekerasan atas perempuan dan anak ibarat gunung es di atas terlihat sedikit, padahal di bawah permukaan telah menggunung. Dari data P2TP2A Aceh, tercatat ada 1.791 kasus kekerasan atas perempuan dan anak di 2017. Namun demikian, dari paparan Wakil Ketua Mahkamah Syariah Aceh, Rosmawardani, pihaknya menangani kasus mencapai 11 ribu lebih per tahunnya. Kasus terbanyak adalah perempuan yang menggugat cerai suaminya akibat kekerasan yang mereka alami.

Angka itu, papar Rosmawardani, lebih tinggi dari Provinsi Sumatera Utara yang jumlah penduduknya dua kali lebih banyak dari Provinsi Aceh. “Di Sumatera Utara 10 ribu kasus dari 10 juta. Sementara di Aceh, ada 11 ribu kasus dari jumlah penduduk yang hanya 4,5 juta,” ungkapnya.

Sementara itu, Nevi Aliani, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh mengatakan, kasus kekerasan yang tercatat di dinasnya terus meningkat. Tahun 2015, ada 939 kasus dan meningkat menjadi 1.648 di 2016. Setahun berselang angka itu kembali naik ke angka 1.791 kasus. Namun demikian, Nevi yakin jika angka itu masih sangat sedikit, karena banyaknya korban yang enggan melapor.

“Biasanya kasus ini dilakukan orang terdekat, sehingga korban tabu untuk melaporkannya,” demikian kata Nevri. (saniah ls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *