Hindari Konflik dengan Manusia, Pemerintah Diminta Tetapkan Zona Habitat Gajah

BENER MERIAG  – Menyikapi kasus konflik satwa dengan manusia, khususnya peristiwa amukan gajah di Gampong Musarapakat, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah yang menyerang satu keluarga dan menewaskan Husna (38) pada Sabtu (24/01/2015) malam, Forum Masayarakat Peduli Lingkungan (Formalin) mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis guna mencegah terulang kembali kasus serupa.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Formalin, Sri Wahyuni, S.Hi dalam siaran persnya yang diterima AtjehLINK, Senin (26/01/2014). “Kami menyesalkan peristiwa ini sampai terjadi apalagi sampai merenggut korban jiwa. Kami turut berduka,” ujarnya.

Dalam pandangan Formalin, ganguan gajah ini erat kaitannya dengan perluasan perkebunan sawit di daerah itu. Pasalnya, karena peluasan kebun sawit, sejumlah luasan hutan yang merupakan habitat gajah hilang.

“Perluasan kebun sawit yang mempersempit kawasan alamiah gajah. Dimana berakibat pada makin sempitnya ruang gerak gajah untuk bertahan hidup,” tutur Sri Wahyuni.

Untuk meencegah terulang kembali konlik gajah dengan manusia, kata Sri Wahyuni,pemerintah perlu segera menetapkan zona habitat gajah di Kabupaten Bener Meriah. Hal itu, kata dia, untuk memastikan satwa-satwa tersebut memiliki ruang gerak dan bertahan hidup.

Ia menambahkan, pemerintah juga harus segera mencari solusi untuk menjamin tidak ada lagi korban masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus bisa menjamin  keberlangsungan ekosistem gajah di Kabupaten Bener Meriah.

Formalin juga mendesak pemerintah untuk mencabut izin pekebunan yang berada di kawasan habitat gajah. Selanjutnya, pemerintah juga harus menghentikan alih fungsi hutan.

“Penegak hukum juga harus melakukan tindakan tegas terhadap setiap kegiatan perusakan hutan, penangkapan dan perdagangan satwa dilindungi termasuk anak dan gading gajah.”

Selanjutnya, kata Sri Wahyuni, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi upaya mitigasi konflik satwa di daerah rawan gangguan gajah.

Sementara juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma mengatakan, serangan gajah yang merenggut nyawa Husna pada Sabtu malam lalu, bukanlah kejadian pertama  di Bener Meriah.

Menurut Efendi, konflik satwa dengan manusia yang menelan korban jiwa dan kerugian harta benda adalah momok bagi masyarakat Bener Meriah dan tanpa ada penyelesaian konfrehensif dari pemerintah, baik pusat, provinsi maupun pemerintah kabupaten.

Menurut Efendi, bila dirunut kembali, persoalan konflik satwa dengan manusia bermuara pada tata ruang wilayah Aceh.

“Ketika ruang tidak lagi diatur berdasarkan daya dukungnya, maka akan muncul konflik. Dan, konflik yang timbul akan memerlukan biaya cukup besar baik untuk membangun infrastruktur maupun untuk biaya penanganan atau rehabilitasi,” tutur Efendi.

Untuk itu, kata Efendi, KPHA meminta pemerintah untuk melakukan analisis biofisik ruang dan analisis home range satwa (gajah), untuk kemudian dijadikan batas daya dukung ruang, agar ditemukan ukuran optimum bagi pembangunan kawasan dan kebijakan ekonomi masyarakat sekitar. (

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *