Hervi Nugroho, Fotografer Wedding Berkaki Palsu

AcehNews.net – Dibalik ketidaksempurnaan fisiknya, pria ini temukan kelebihan diri. Meski dia melangkah tak selincah fotografer wedding lainnya, namun jari-jari tangannya cekatan terus menekan tombol rana dan matanya tajam melihat kearah view finder (jendela intip pada kamera DSLR) untuk membidik objek, sehingga foto prawedding atau wedding yang di-jepret-nya menghasilkan foto yang “bernyawa”.

Jika berpapasan dengan fotografer asal Pidie yang terbiasa tampil memakai celana pendek dengan sepasang kaki palsunya yang sengaja ditampakkan, orang akan memadangnya dengan berbagai tanda tanya dan kekaguman.

Dia adalah  Hervi Nugroho, salah satu dari sekian banyak orang yang mengadu nasib dalam dunia fotografer. Berbeda dari yang lainnya, Hervi memiliki tantangan besar dalam dunia fotografer, karena memiliki satu kaki sebab yang satunya lagi telah diamputasi karena sakit yang dideritanya sejak kecil, penyumbatan pembuluh darah pada kaki kirinya.

Hervi (panggilan akrabnya), kelahiran Sigli, 05 September 1989 silam. dia mulai menyenangi fotografi sejak dirinya terdaftar menjadi mahasiswa jurusan Komunikasi, FSIP Unsyiah pada 2008. Sebelum mendaftar sebagai mahasiswa FISIP Unsyiah, dia sudah tercatat sebagai mahasiswa Unsyiah sejak 2007 pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).

“Setahun kuliah, begitu tahu dibuka FISIP di Unsyiah, saya pun mendaftar dan Alhamdulillah diterima,” ujar Hervi.

Sejak menjadi mahasiswa jurusan Komunikasi FISIP Unsyiah, semangat belajarnya meninggi, kemampuan dalam bidang fotografer semakin diperdalam. Pilihan profesi tersebut dimantapkannya, hingga 2010 dirinya sudah benar-benar menobatkan diri sebagai fotografer profesional, meski kuliahnya belum kelar (selesai).

Perjalanan kehidupan Hervi tidak semulus yang dibayangkan. Banyak kendala dan ujian yang diberikan Allah SWT kepadanya. Barangkali ujian terbesar yang  membedakan dengan anak-anak lainya adalah penyakit penyumbatan pembuluh darah pada kaki kiri yang dideritanya sejak lahir.

Penyakit tersebut pula yang membuat masa kecilnya terkadang diasingkan oleh kawan-kawan sepermainan. Penyakit yang dideritanya telah membuat kaki kiri Hervi berubah ukuran dan semakin membesar seiring bertambah usianya. Walaupun demikian, Hervi tidak pernah merasa minder, dia tetap menjalani hidup dengan kekurangan tersebut.

Bahkan saat kuliah, rasa minder itu sudah mati dan membeku dalam diri Hervi. Dia membiarkan semua mata melihat ketidaksempurnaan fisik yang dideritanya itu. Dia berjalan tidak seimbang dengan kaki kiri yang membengkak (mirip kaki gajah). Berat itu pun tidak dirasakannya lagi.

Bahkan setelah diamputasi, Hervi mengaku, semangat dan kepercayaan dirinya pun semakin bertambah. Hervi terus memperlihat ketidaksempurnaannya itu kepada semua mata, agar orang-orang seperti dirinya tidak menjadi sesuatu yang  “aneh” untuk dilihat.

“Dulu saya memakai celana panjang menutupi kekurangan saya ini, tetapi sekarang saya dengan sengaja memperlihatkan ke orang-orang bahwa dimata Allah kita sama, tidak ada yang beda, tidak ada hal yang ‘aneh’ untuk dilihat, sehingga menemukan orang-orang seperti saya tidak menjadi totonan dan menjadi hal yang biasa,” kata Hervi.

Awal Kehilangan Kaki Kirinya

Hervi Nugroho saat menggunakan tongkat.|Istimewa

Hervi Nugroho saat menggunakan tongkat.|Istimewa

Hervi Nugroho setelah menggunakan kaki palsu.|Istimewa

Hervi Nugroho setelah menggunakan kaki palsu.|Istimewa

Hervi menceritakan awal dia kehilangan kaki kirinya dan harus segera diamputasi. Masih teringat dalam ingatannya, malam tahun baru 2013 adalah peristiwa bersejarah dalam kehidupannya. Peristiwa tersebut telah menjadikannya memilih keputusan yang berat yang harus dilaluinya dengan menggunakan kaki palsu sepanjang hidupnya.

“Awalnya kaki kiri saya yang membesar ini tidak sesakit setelah saya terpeleset ke dalam lubang saat motret prawedding. Sakitnya luar biasa, saya sampai demam dan keringat dingin. Sakitnya seperti orang sakau.  Karena sakit tak kunjung hilang saya pun berkonsultasi ke dokter ahli, hingga dokter memutuskan kaki kiri saya  harus diamputasi,” cerita pria yang sudah yatim sejak usia 20 tahun ini.

Hervi melalui hari-harinya dengan kaki kiri yang membesar, akibat pembuluh darah yang tersumbat. Kebiasaan dirinya yang berjalan dengan berat kaki yang tidak seimbang membuat dia terkadang harus beristirahat jika kelelahan berjalan. Tapi itu berakhir setelah usianya 23 tahun. Setelah peristiwa naas itu, kaki yang membesar itu harus diamputasi dan kini hari-hari lelaki berkulit hitam manis itu harus dilalui dengan menggunakan kaki palsu.

“Kalau tidak diamputasi saya terus hidup bergantung dengan obat. Obat untuk menghilangkan rasa sakit. Untuk itu saya harus menerima kaki kiri saya diamputasi. Dan sebelum diamputasi saya meminta waktu kepada dokter untuk mempersiapkan mental,” kata Hervi.

“Saya memikirkan bagaimana kehidupan saya selanjutnya tanpa kaki kiri. Bagaimana saya menjalani profesi saya ini dengan satu kaki, dan bagaimana saya berhadapan dengan lingkungan sekitar saya nanti dengan kekurangan ini. Hari-hari saya lalui dengan terus memotivasi diri. Saya juga mencari tahu bagaimana cara berjalan dengan kaki palsu melalui internet,” kata pria yang September 2016 ini akan berusia 27 tahun lagi.

Sebelum menjalani operasi, Hervi telah mempersiapkan mental terhadap konsekuensi dari keputusannya. Mulai dari menonton video-video motivasi sampai mencari tahu bagaimana cara berjalan setelah diamputasi. Hervi selalu menanamkan semangat bagi dirinya sendiri, keputasannya yang diambil adalah untuk kebaikan dimasa depannya.

“Saya meminta dokter ahli agar mengamputasi kaki kiri saya dibawah lutut, karena dari apa yang saya dapatkan dari internet akan memudahkan saya berjalan nanti jika menggunakan kaki palsu,” katanya lagi.

Hervi sedikit gelisah ketika waktu operasinya tiba, perencanaan awal sama dokter pukul 14.00 WIB berubah, dokter mempercepat proses operasi pada jam 12.00 WIB dan juga para dokter menyarankan agar kakinya diamputasi di atas lutut.

Hervi tidak mempersoalkan masalah dipercepat waktu, tetapi mengenai saran dokter untuk diamputasi di atas lutut dia sedikit keberatan, karena persiapan mentalnya adalah dibawah lutut.

Alasan dokter amputasi di atas lutut, takut jika dibawah lutut penyakit penyumbatan pembuluh darah dikakinya tidak akan sempurna terangkat. Namun karena Hervi tetap pada pendirian awalnya, akhirnya dokter meng-iya-kan sebagaimana keputusan awal yaitu kaki Hervi tetap akan diamputasi dibawah lutut.

Karena sebelumnya Hervi sudah terbiasa melakukan operasi kecil dikakinya, proses operasi kali ini  pun tidak lagi menakutkan baginya. Walaupun kakinya akan diamputasi, tetapi Hervi tetap meminta kepada dokter agar badannya tidak dibius full artinya setengah badan Hervi masih sadar ketika kakinya diamputasi.

Pada jam 12.00 WIB hari itu, para Dokter dan anggotanya telah siap dengan peralatan untuk mengamputasi kaki Hervi. Walaupun dari pinggang ke bawah kakinya telah dibius, tetapi Hervi masih dapat merasakan ketika kakinya dibelah dan dianggkat, dan yang lebih hebatnya lagi, Hervi sanggup melihat semua proses operasi melalui kaca lampu dalam kamar operasi.

Hervi merasakan plong ketika kaki berhasil diamputasi, bagaimana tidak kaki sakitnya ketika diangkat mempunyai berat 10 Kg dan tidak sanggup diangkat oleh dua orang. Dapat dibayangkan betapa beratnya kehidupan Hervi ketika kaki itu masih melekat di badannya,  kaki 10 Kg itulah yang selalu dibawanya sendiri kemana dirinya pergi. Dan itu bukan waktu yang singkat, tetapi bertahun-tahun sejak dirinya kecil sampai dewasa kaki sakit itu juga ikut membesar bersamanya.

“Kaki kiri saya seberat 10 Kilogram itu saya kuburkan disamping pusara Ayah,” ceritanya sedih.

Hervi melewati hari-harinya tanpa kaki kiri dengan berdiam diri di rumah. Atas saran dosen dia menggunakan kaki palsu, serta memberi alamat dimana dia bisa mendapatkan kaki palsu dan Hervi pun mencoba menghubungi alamat tersebut.

“Saya membeli kaki palsu Rp4 juta dengan uang hasil foto wedding. Sejak dulu saya tidak ingin menyusahkan keluarga apalagi ibu saya. Alhamdulillah biaya operasi tidak bayar karena ada ASKES,” kata dia.

Pada Desember 2013 Hervi menjalani operasi amputasi kaki kirinya. Satu tahun penyebuhan luka pasca amputasi. Enam bulan Hervi melalui hari-harinya dengan belajar berjalan tanpa menggunakan tongkat. Dan pada awal 2015, lelaki tangguh ini mulai menerima job foto wedding kembali.

“Seberat apapun ujian hidup yang kita jalani, harus tetap semangat, sabar, dan ikhlas. Lalui semua itu dengan bersyukur. Karena bagaimana pun hidup tetap harus berlanjut dan untuk keberlangsungan hidup kita harus berusaha dan bekerja,” tutupnya mengakhiri kisah perjalanan hidup yang sejak kecil hidup dengan ketidaksempurnaan fisik yang dimilikinya. (oga umar dhani/saniah ls)

 

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *