Di Aceh, Perempuan Paling Banyak Buta Huruf

BANDA ACEH – Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Anas M.Adam menyebutkan tingkat aksara di Aceh jika dilihat dari perbedaan gender, perempuan memiliki tuna aksara lebih besar dibandingkan laki-laki yaitu 46,558 orang. Sedangkan laki-laki yaitu 20 ribu orang. Hal ini disampaikannya pada saat menghadiri perayaan Hari Aksara Internasional yang diselenggarakan di Lapangan Musara Alum, Kota Takengon, Aceh Tengah, Kamis kemarin.

“Jika dilihat dari perbedaan gender, perempuan memiliki angka tuna aksara lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Kecuali itu, di Kabupaten Simeulue, angkat melek huruf terjadi perbedaan dengan kabupaten lain yaitu banyak laki-laki dibandingkan perempuan,” tutur Anas.

Empat kabupaten/kota di Aceh yang termasuk memprihatinkan dalam hal tuna aksara fungsional sebut Anas yaitu Kabupaten Gayo Lues (41,6%), Subulussalam (36,6%), Aceh Jaya (15,58%), Pidie Jaya (14,92), Pidie (13,87%), dan Aceh Barat Daya (10,85%). Menurut dia, empat kabupaten/kota tersebut dengan jumlah niraksara di atas 2.000 orang.

Pemerintah Aceh dalam hal ini berupaya terus mengurangi disparitas gender melalui berbagai program berpihak perempuan marjinal. Dan upaya-upaya lainnya yaitu memberi keterampilan hidup sembari mengajarkan mengenal huruf dan belajar membaca. Karena menurut Anas lagi, dari jumlah di atas kebanyakan mereka berusia lanjut usia yang memiliki kesibukan yang berbeda.

“Selain itu, kebijakan afirmasi juga diarahkan untuk peningkatan kecakapan hidup bagi perempuan dewasa atau lanjut usia niraksara,” kata Anas .

Sementara itu,  Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah dalam pidato yang dibacakan Wakil Bupati Aceh Tengah, Khairul Asmara mengatakan, pendidikan keaksaraan orang dewasa merupakan komponen vital dalam meningkatkan kemampuan berkompetisi, bekerja, inklusi sosial, kewarganegaan yang aktif dan perkembangan pribadi di seluruh wilayah Indonesia.

“Disparitas tingkat keaksaraan tersebut terutama disebabkan karena kondisi geografis, ekonomi, usia, bahasa dan etnisitas. Kelompok ini umumnya kurang mempunyai akses terhadap pembelajaran keaksaraan yang bermutu dan bahan bacaan. Sebagian dari mereka adalah perempuan,” kata Khairul Asmara.

Beberapa kebijakan penting yang ditempuh oleh Pemerintah untuk mengatasi tantangan di atas, kata Khairul Asmara antara lain adalah memberikan afirmasi kepada kelompok di atas. Afirmasi ini mencakup perluasan akses terhadap pembelajaran dan bahan ajar keaksaraan yang relevan dengan mengintegrasikan kewirausahaan, kecakapan hidup, pemberdayaan perempuan, dan peningkatkan budaya baca, serta yang secara kontekstual berbasis lokal, bahasa ibu dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).  (Saniah LS)

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *