Bank Aceh Syariah Bukukan Aset 2 Triliun

BANDA ACEH – Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Aceh berhasil membukukan aset yang mencapai Rp2,069 triliun hingga 31 Desember 2014. Pertumbuhan aset tersebut mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama 2013 yang hanya Rp1,6777 triliun.

Selain itu juga mendapatkan pertumbuhan laba bersih yang meningkat. Adapun, laba bersih UUS Bank Aceh per 31 Desember 2014 mencapai Rp55,906 miliar.

Direktur  Syariah PT Bank Aceh, Haizir Sulaiman mengungkapkan, diantara faktor pendorong pertumbuhan itu karena Bank Aceh Syariah melakukan gebrakan baru dalam sistem pembiayaan kepada para nasabah.

Dia menjelaskan, pertumbuhan aset terbesar saat ini terjadi di Bank Aceh Syariah Cabang Banda Aceh. Sementara cabang-cabang lainnya yang tersebar di seluruh Aceh, pertumbuhannya merata.

“Alhamdulillah, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Bank Aceh Syariah yang masih berstatus unit usaha, semakin meningkat sehingga aset kita pun menjadi semakin baik,” ujar Haizir Sulaiman kepada wartawan, Senin (12/1/2015) di Banda Aceh.

Selain itu, per 31 Desember 2014, UUS Bank Aceh juga membukukan pertumbuhan penyaluran pembiayaan menjadi Rp1,548 triliun dari Rp1,261 triliun pada  2013. Pembiayaan terbesar pada murabahah (jual beli) sebesar Rp1,530 triliun, lalu musyarakah (bagi hasil) Rp13,108 miliar dan piurang Rp4,703 miliar.

Untuk penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), UUS Bank Aceh mencatat pertumbuhan mencapai Rp1,363 triliun, mengalami peningkatan dari 2013 yang sebesar Rp1,104 triliun. Sementara itu, DPK terbesar dari tabungan masyarakat mencapai Rp573,758 miliar terdiri dari tabungan Mudharabah Rp565,462 miliar dan tabungan Wadi’ah Rp8,296 miliar. Kemudian, Giro Wadi’ah Rp420,041 miliar dan deposito Mudharabah mencapai Rp369,709.

Lebih lanjut Haizir menambahkan, saat berdiri pada November 2004, Unit Usaha Syariah Bank Aceh mendapat bantuan modal awal dari Bank Aceh konvensional senilai Rp5 miliar. “Dari tahun ke tahun terus tumbuh dan hingga akhir tahun 2014 pertumbuhannya semakin membaik,” ungkapnya.

Dalam program pembiayaan yang dilakukan Bank Aceh Syariah, bagi nasabah yang tidak memiliki jaminan lain, dapat menjadikan usahanya sebagai agunan. Selain itu, diterapkan sistem bagi hasil keuntungan dengan nilai ditentukan berdasarkan kesepakatan nasabah dengan bank.

“Jika tidak ada keuntungan, bank tidak bisa meminta. Nasabah hanya menyetor modal pembiayaan yang dipinjamkan saja dengan besaran sesuai ketentuan yang telah disepakati dalam jangka waktu pengembalian,” jelasnya.

Apabila, nasabah rugi atau bangkrut, bank tidak meminta pengembalian modal. Namun dengan syarat, bangkrutnya usaha nasabah harus ada alasan jelas.  “Jika bangkrut kita lakukan investigasi. Kalau nasabahnya bangkrut lantaran main judi atau digunakan untuk kebutuhan lain di luar pembiayaan usaha, itu tidak bisa kita terima, dan modal tersebut harus dikembalikan,” tegas Haizir.

Dikatakan Haizir, Bank Aceh Syariah kini melakukan pembiayaan lebih besar untuk jenis usaha produktif seperti sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Serta membuat program pembiayaan atau skim bagi usaha dagang mikro dan kecil.

Untuk memperluas jangkauan pelayanan, pada 2015 ini Bank Aceh Syariah juga akan membuka sejumlah cabang baru di beberapa daerah seperti cabang pembantu (Capem) Syariah Blangpidie (Abdya), Capem Syariah Subulussalam, Capem Syariah Kuala Simpang (Aceh Tamiang) dan Capem Syariah Medan, Sumatera Utara. (agus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *